Ambon (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Ambon menyatakan dalam prediksi gempa, ternyata fenomena ikan mati tidak pernah dijadikan sebagai dasar dalam ilmu kegempaan maupun bencana tsunami.
"Kami dari BMKG ingin mengklarifikasi kepada masyarakat, terkait isu-isu yang berkembang berhubungan dengan ikan mati dikaitkan dengan akan terjadinya gempa bumi dan tsunami. Tidak ada keterkaitan antara fenomena ikan mati dan kejadian gempa bumi dan tsunami, kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Ambon, Andi Azhar Rusdin di Ambon, Kamis.
Sebelumnya dilaporkan telah terjadi kematian massal ikan di beberapa wilayah pesisir Desa Rutong, Leahari dan Hukurila (Kecamatan Leitimur Selatan), Desa Seri (Kecamatan Nusaniwe), Desa Passo (Kecamatan Baguala) dan Desa Waai (Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah) dengan rentang waktu antara 12 hingga 15 September 2019.
Peristiwa tersebut menimbulkan banyak spekulasi dan isu yang beredar di masyarakat, salah satunya adalah kemungkinan akan terjadi gempa besar dan tsunami. Sebagian masyarakat di kawasan pesisir bahkan telah mengungsi dan membuat tenda-tenda darurat di daerah perbukitan.
Andi mengatakan untuk prediksi gempa, fenomena ikan mati tidak pernah dijadikan sebagai dasar dalam ilmu kegempaan ilmu kegempaan maupun bencana tsunami. Karena itu masyarakat diimbau untuk tidak risau dan panik dengan berbagai isu yang beredar.
Tsunami, kata dia bisa dipicu oleh lima hal, yakni gempa tektonik akibat pergeseran lempengan bumi, gempa akibat aktivitas vulkanik, longsoran bawah laut atau tebing pantai, jatuhnya meteor ke laut dan pengeboman dengan skala besar.
Akan tetapi hingga saat ini keadaan kegempaan di wilayah Maluku terpantau masih dalam keadaan normal.
"Minimal gempa dengan magnitudo diatas tujuh dengan kedalaman dangkal kurang dari 100 kilometer dapat mengakibatkan tsunami, tapi tidak selamanya gempa yang terjadi di laut dapat menimbulkan tsunami, kadang juga ada gempa di wilayah pesisir, tergantung pergerakan bidang patahannya," jelas Andi.
Lebih lanjut, ia mengatakan pada 10 hingga 15 September 2019 memang telah terjadi gempa bumi berkekuatan 2,5 hingga tiga magnitudo di arah Timur Laut Pulau Ambon, tetapi tidak dapat menimbulkan atau mengakibatkan potensi tsunami.
Sementara untuk kondisi gelombang pasang, pada 10 hingga 15 September 2019 terpantau ketinggian gelombang di bagian Utara Laut Banda berada dalam kisaran maksimal 2,5 meter. Fenomena tersebut sering terjadi pada saat musim Timur, yang mana angin dari arah Timur bergerak menuju ke arah Tenggara.
"Fenomena ketinggian gelombang ini biasa terjadi pada saat musim Timur, kondisinya memang sudah biasa terjadi dan tidak ada hubungannya dengan kejadian ikan mati di wilayah Rutong, Waai dan sekitarnya," tambah dia.