Ambon (ANTARA) - Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku menilai, prioritas yang ditetapkan dalam mendorong pendapatan daerah melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah ( PAD )yang tergambar dalam laporan pertanggungjawaban APBD Maluku tahun anggaran 2019 sama sekali tidak beralasan.
"Asumsi yang dibuat tidak memperlihatkan instrumen kebijakan yang dapat memberikan gambaran tentang kejelasan peran PAD yang diprediksikan sesuai kegiatan dan program yang diusung setiap organisasi perangkat daerah (OPD) ," kata Wakil Ketua F-Golkar DPRD Maluku, Fredi Rahakbauw di Ambon, Selasa.
Penegasan tersebut disampaikan Fredi saat membacakan kata akhir fraksi dalam rapat paripurna DPRD Maluku dalam rangka penyampaian kata akhir fraksi-fraksi terhadap Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Maluku tahun anggaran 2019.
Rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut ini dihadiri Sekda Maluku Kasrul Selang, sedangkan Gubernur Murad Ismail mengikuti rapatnya secara virtual.
Menurut Fraksi Golkar, sangatlah beralasan mengapa pencapaian realisasi pendapatan yang berasal dari sumber-sumber PAD itu kontribusinya sangat rendah.
"Dana bagi hasil pajak kontribusinya yang tidak tergambar dalam realisasi APBD di tahun anggaran 2019. sehingga memberikan pemahaman, bahwa pengelolaan potensi sumber daya alam (SDA) di sektor perikanan dan energi di Maluku belum terlihat dampaknya.
Lewat fakta seperti ini maka F-Golkar bisa berasumsi kalau pemerintah provinsi (Pemprov) Maluku tidak memiliki penyangga kebijakan terhadap pengembangan blok migas abadi Marsela.
Pemprov Maluku belum sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan kemiskinan, meskipun 11 prioritas pembangunan daerah tertera dalam arah kebijakan umum APBD 2019, di mana penangulangan kemiskinan menduduki peringkat pertama, namun gambaran jelas tentang program pengentasan kemiskinan tidak terlihat pada rancangan program di setiap OPD.
Indikator lainnya berupa tidak adanya belanja subsidi yang muaranya untuk mengatasi kemampuan dan daya beli masyarakat yang kurang mampu.
Kemudian masih tingginya kemungkinan kejomplangan pembangunan antardaerah karena proses alokasi anggaran belum berbasis pada proses akomodasi kebutuhan dalam mengatasi permasalahan pembangunan di tingkat kabupaten dan kota.
"Nampak lebih cenderung pada program dan kegiatan yang diinisiasi di tingkat provinsi, dan tingginya angka kegagalan realisasi anggaran pada setiap OPD yang rata-rata tidak mencapai 100 persen, malahan sebagian besar berada di bawah angka 90 persen.
Sehingga bisa dipastikan kalau kualitas pembangunan masih akan sangat jauh dari harapan.
Juru bicara F-Hanura, Julius Pattipeiluhu mengakui adanya ketidak-sesuaian jumlah antara realisasi pendapatan maupun belanja pada rincian laporan realisasi anggaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2019 dengan rekapitulasi pendapatan laporan realisasi anggaran pada laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan Pemprov Maluku.
"Terhadap ketidaksesuaian jumlah tersebut, perlu untuk diperhatikan semua OPD," tegasnya.
Sebab permasalahan program kegiatan dan alokasi anggaran yang dilaksanakan Pemprov Maluku belum berimplikasi dan memiliki keterkaitan langsung dengan dampak dan manfaat yang dirasakan masyarakat.
Sehingga pemprov perlu menelaah keterkaitan langsung antara dampak dan manfaat dari program dan kegiatan terhadap masyarakat.
"Hasil pemeriksaan BPK RI terdapat beberapa kelemahan dalam sistem pengendalian intern maupun permasalahan ketidakpatuhan atas peraturan perundangan-undangan," kata dia.
Kelemahan sistim pengendalian intern ini seperti pemprov belum sepenuhnya menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntasi pemerintah, pengelolaan kas pada Pemerintah Provinsi Maluku belum sepenuhnya tertib.
Selain itu, pengelolaan asset tetap ditemukan masih belum memadai, ketidak-patuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan negara berupa pengelolaan pendapatan pajak pemda dan pengelolaan retribusi daerah yang belum memadai.
Meski pun terdapat sejumlah catatan kritis, namun delapan fraksi dalam rapat paripurna tersebut menyatakan menerima raperda tentang pertanggungjawaban APBD 2019 untuk ditetapkan menjadi perda.
Delapan fraksi di DPRD Maluku antara lain F-PDI Perjuangan, F-Golkar, F-Gerindra, F-PKS, F-Demokrat, F-Hanura, F-Persatuan Bangsa, F-Perindo Amanat Berkarya.
F- Golkar: prioritas dorong PAD 2019 Maluku tidak beralasan
Selasa, 8 September 2020 19:03 WIB