Ambon (ANTARA) - Kadis Perindag Maluku, Elvis Pattiselano mengatakan, kebijakan pemerintah meniadakan Dinas ESDM pada seluruh kabupaten dan kota berdampak pada tanggungjawab perhitungan kuota kebutuhan riil akan BBM jenis minyak tanah oleh masarakat.
"Biasanya yang menghitung kebutuhan BBM khususnya jenis minyak tanah adalah Dinas ESDM sehingga Dinas PU dan Perindag di kabupaten/ kota yang diberikan tanggungjawab tidak mau melakukannya," katanya, di Ambon, Jumat.
Penjelasan Elvis disampaikan dalam rapat kerja antara Disperindag dengan Pertamina, para distributor dari Kabupaten Buru, Buru Selatan, Seram Bagian Barat, dan Seram Bagian Timur bersama pimpinan dan anggota komisi II DPRD Maluku.
Akibatnya, penentuan kuota BMM khususnya jenis minyak tanah untuk Maluku oleh BPH Migas menggunakan standar kuota tahun-tahun sebelumnya lalu ditambah 10 persen.
Menurut dia, sejak terjadi kelangkaan BBM khususnya minyak tanah, Pemprov Maluku melalui Asisten III melakukan rapat koordinasi dengan Disperindag, Dinas Perhubungan, serta Dinas Kelautan dan Perikanan dengan melibatkan Dinas ESDM provinsi.
"Jadi sudah ada kesepakatan dari Dinas ESDM provinsi menyurat dari awal triwulan pertama dengan formatnya sehingga masing-masing OPD di kabupaten dan kota yang bertanggungjawab mulai mengidentifikasi dan menghitung, sehingga pada 2022 nanti provinsi Maluku mengajukan kuota itu secara riil berapa besar kebutuhannya," ujar Elvis.
Sehingga BPH Migas tidak lagi memakai patokan tahun sebelumnya lalu ditambah 10 persen, dan ini hasil rapat dengan Asisten III Setda Maluku.
Ketua komisi II DPRD Maluku, Saodah Tethol mengatakan berbagai langkah yang sudah dilakukan pemda termasuk Disperindag dan Dishub provinsi cukup baik untuk upaya penanganan kelangkaan BBM khususnya jenis minyak tanah.
"Pada 2019 , komisi II melakukan penyampaian aspirasi ke BPH Migas baru diketahui kalau Maluku selalu terlambat dalam menyampaikan data dan pengusulan kebutuhan BBM ke sana," ujarnya.
Kemudian data yang disampaikan juga tidak riil, selain itu pengusulannya juga terlambat diajukan.
Setelah selesai dilakukan pleno penetapan kuota BBM per daerah, justeru data dari Maluku tidak pernah ada dan pada akhirnya jalan yang ditempuh adalah merekayasa agar Maluku bisa mendapatkan alokasi BBM, sehingga cara seperti ini harus menjadi bahan evaluasi.
"Apa yang disampaikan Kadis Perindag Maluku ini semoga menjadi langkah awal sehingga pada akhir penetapan kuota BBM oleh BPH Migas maka Maluku sudah bisa mendapatkan kuota sesuai kebutuhan riilnya," ujar Saodah.
Jadi untuk penanganan kelangkaan BBM ini perlu ada kerja sama lintas OPD dari tingkat provinsi sampai kabupaten dan kota, baik Dinas Klautan dan Perikanan , Disperindag, maupun Dishub.
Untuk Dinas Kelautan dan Perikanan menyangkut kebutuhan BBM oleh nelayan tradisional, kemudian Dishub menyangkut transportasi rakyat atau transportasi tradisional yang memakai BBM jenis minyak tanah tetapi selama ini tidak dialokasikan untuk mereka.