Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghentikan program penyiaran yang meresahkan masyarakat, salah satunya sinetron Zahra
"Meminta Komisi Penyiaran Indonesia untuk menghentikan segala bentuk program penyiaran yang melanggar UU khususnya yang meresahkan masyarakat, seperti sinetron Zahra," ujar Giwo di Jakarta, Kamis.
Baca juga: KPI hentikan sinetron "Zahra" karena pemeran istri ketiga masih di bawah umur, begini penjelasannya
Dia menambahkan Kowani sebagai Ibu Bangsa merasa resah atas tayangan di televisi akhir-akhir ini yang telah melanggar norma-norma dan perundangan-undangan yang berlaku, kaitannya dengan pernikahan usia dini, eksploitasi perempuan dan kekerasan seksual serta memperkerjakan anak di bawah umur.
"Penyiaran, termasuk siaran televisi, seharusnya menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja dan wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak-anak dan/atau remaja. Salah satu aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) adalah menyangkut perlindungan kepada anak-anak dan remaja," ujar dia.
Perlindungan terhadap anak dan remaja, katanya, mencakup anak sebagai pengisi atau pembawa program siaran, anak sebagai pemeran dalam seni peran dan anak sebagai materi atau muatan dalam program siaran.
Semua itu, kata dia, merupakan implementasi dari UU No. 35 tahun 2003 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Sehingga peran apapun yang melibatkan anak harus tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada, karena undang-undang bersifat memaksa, jadi harus ditaati dan dijalankan oleh seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia.
Dengan demikian, menurut Giwo, jangan sampai anak diberi peran-peran yang akan berpengaruh secara negatif bagi tumbuh kembang dan psikologisnya.
Giwo menjelaskan sesuai dengan peraturan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP 115/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan bagi Anak yang Melakukan Pekerjaan untuk Mengembangkan Minat dan Bakat, bahwa lembaga penyiaran dan rumah produksi diperbolehkan melibatkan anak untuk mengembangkan minat dan bakatnya (dalam hal ini adalah seni peran), namun dengan kriteria pekerjaan tersebut biasa dikerjakan oleh anak sejak usia dini dengan peran yang disesuaikan dengan usia anak.
"Jika lembaga penyiaran dan rumah produksi dianggap menyampaikan ketidakbenaran atau menayangkan program yang melanggar hukum, seperti dalam Sinetron Zahra, yang mana dalam sinetron tersebut dibenarkan untuk menikahkan perempuan yang masih dikategorikan anak-anak dan peran istri yang dimainkan oleh pemeran di bawah umur dalam sinetron Zahra, dinilai sebagai bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang itu bertentangan dengan program pemerintah. Hal ini dapat dianggap menyebarkan informasi yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974," kata dia.
Kowani meminta perlu dilakukan peninjauan kembali terkait muatan atau skenario dalam tayangan televisi, khususnya sinetron yang tidak mendidik dan merusak generasi masa depan bangsa.
Baca juga: Sinetron "Ikatan Cinta" dapat tiga calon pemain dari audisi online
"Kowani sebagai organisasi perempuan yang fokus dalam upaya perlindungan anak, termasuk pencegahan perkawinan anak, maka hal tersebut harus ada tindakan untuk mengingatkan adanya pelanggaran dalam siaran serta kode etik pertelevisian demi kepentingan terbaik bagi anak," kata dia.
Pertimbangan sebagai tindakan melanggar yang dilakukan dalam penayangan sinetron Zahra adalah melanggar UU Perlindungan Anak (UU No.23 Tahun 2002 dan UU No.35 Tahun 2014 ) serta UU Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974 dan UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Th 1974 , dimana menyebutkan minimal usia perkawinan adalah 19 tahun.
Selain itu, katanya, kini pemerintah bekerja keras untuk menurunkan target perkawinan anak 8,74 persen tentu tidak mudah dengan masih banyaknya tayangan-tayangan dari lembaga pertelevisian yang mereduksi upaya pemerintah dalam menurunkan angka perkawinan anak.
“Kowani akan melakukan koordinasi dan menyurati kementerian dan lembaga terkait untuk proaktif dalam mengampanyekan media sehat, khususnya dalam penayangan program-program televisi,” ujar dia.
Baca juga: Sinetron Zahra dihentikan, Meutya Hafid: tidak patut ditonton masyarakat Indonesia
Sinetron Zahra kembali dikecam, kali ini dari Kowani
Kamis, 10 Juni 2021 19:01 WIB