Ambon (ANTARA) - Ribuan warga Ambon dan sekitarnya menggelar tradisi Mandi Safar di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku pada Rabu petang.
Salah satu lokasi yang ramai saat Mandi Safar adalah Negeri (Desa) Hitu. Masyarakat setempat secara turun-temurun melaksanakan tradisi Mandi Safar setiap tahun, meski saat pandemi COVID-19. Ribuan warga baik itu laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun orang muda, serta pendatang dari desa-desa sekitar maupun dari kota Ambon turut serta dan turun ke Pantai Hitu.
“Prosesi (Mandi Safar-Red) ini bersamaan dengan masuk atau siarnya agama Islam, dan sudah dilakukan juga di tahun lalu. Kita berupaya meneruskan dari datu-datu atau orang tua kami,” kata Raja Negeri Hitu Salhana Pelu kepada ANTARA di pelataran rumah Raja Hitu.
Baca juga: BI Maluku gelar pelatihan bagi pengrajin tenun di MBD, majukan dan lestarikan tradisi
Mandi Safar telah menjadi tradisi sejak ratusan tahun silam di sebagian besar daerah di Indonesia yang merupakan negara mayoritas muslim. Namun, di Maluku terutama di daerah "jazirah" Leihitu, Mandi Safar tetap digelar dan meskipun saat pandemi pada puncaknya di tahun 2020.
Mandi Safar di Leihitu digelar pada hari Rabu terakhir di Bulan Safar dalam hitungan tahun hijriah yang jatuh pada 6 Oktober 2021.
Ia mengatakan, tradisi Mandi Safar kali ini tidak ada bedanya dengan tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, dalam acara ini, semua warga berbondong-bondong turun ke pantai untuk mandi di air laut yang sudah didoakan.
“Tidak ada bedanya sebelum covid dan pada saat covid, suasananya tetap seperti ini. Dan itulah harapan masyarakat juga, melalui tokoh adat, tokoh agama, kita bisa mendoakan agar terlepas dari wabah,” tuturnya.
Ia menjelaskan, kegiatan mandi Safar dilakukan untuk upaya spiritual ke arah pendekatan diri kepada Allah SWT yang dilakukan warganya. Selain itu juga merefleksikan sejarah syiar agama Islam di negeri Hitu, serta meminta perlindungan agar terhindar dari wabah penyakit yang berbahaya termasuk COVID-19.
“Tujuannya hanya merefleksikan kejadian yang terjadi di masa lampau. Dan sebenarnya Mandi Safar di tempat lain juga ada. Tetapi sesungguhnya makna Mandi Safar pada Rabu akhir bulan Safar itu untuk menghindarkan kami warga Hitu khususnya dan warga pulau Ambon agar terhindar dari segala macam wabah termasuk wabah COVID-19,” ucapnya.
Ia menjelaskan dengan memanjatkan doa yang dilakukan saat matahari terbenam, diharapkan agar tenggelamnya matahari diikuti tenggelamnya segala masalah dan penyakit, serta dapat membawa masyarakat terhindar dari segala marabahaya, dan wabah.
“Wabah ini kan bukan hanya kejadian pada masa lampau, masa sekarang, tapi wabah ini bisa terjadi kapan saja. Semoga dengan doa tadi, masyarakat Hitu ikut terhindar dari wabah-wabah yang ada termasuk COVID-19,” pungkasnya.
Baca juga: Pemkab Malra peringati tradisi "Nen Dit Sakmas" dengan acara seni budaya, lestarikan hidup leluhur
Kegiatan Mandi Safar terlihat dikawal oleh sejumlah aparat kepolisian dan tentara untuk waspada terjadinya konflik serta hal-hal yang tidak diinginkan.
Kapolsek Leihitu, Iptu Julkisno Kaisupy mengatakan dalam acara Mandi Safar di Jezirah Leihitu, pengamanannya melibatkan unsur gabungan dari TNI, Polri, dan bantuan komunikasi kepolisian (Ban Kompol) untuk pengamanan dan melayani masyarakat agar kegiatan tersebut berjalan dengan aman dan lancar.
Meskipun begitu, ia juga tak lupa mengimbau masyarakat agar tetap mematuhi protokol kesehatan.
Baca juga: Bupati Thaher: Tradisi "Yelim" kekayaan masyarakat Kei perlu dipertahankan
Ribuan warga jazirah Leihitu gelar tradisi Mandi Safar, semoga doa terkabul
Rabu, 6 Oktober 2021 19:55 WIB