Ambon (ANTARA) - Masyarakat di Desa Hitu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku menggelar tradisi Mandi Safar sebagai bentuk tolak bala.
“Dengan Mandi Safar ini, kami merefleksikan kejadian yang lalu, seperti tahun-tahun lalu COVID-19 yang melanda kita, agar itu tidak terjadi lagi,” kata Upu (Raja) Negeri Hitu Salhana Pellu di halaman Rumah Raja Hitulama di Maluku Tengah, Rabu.
Tradisi Mandi Safar berlangsung sejak ratusan tahun silam di sebagian besar daerah di Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas Muslim. Di Maluku, terutama di daerah jazirah Leihitu, tradisi Mandi Safar tetap digelar setiap tahun, bahkan saat pandemi COVID-19 yang puncaknya pada 2020.
Ia mengemukakan bahwa melalui tradisi itu masyarakat diingatkan tentang pentingnya kekuatan iman kepada Allah SWT, terutama ketika menghadapi cobaan dalam kehidupan.
“Ini bukan peristiwa yang baru, yang mana mengingatkan kita kepada Rasul saat mendapatkan cobaan atau bala dari Allah SWT berupa wabah hingga kemudian Rasul berhasil dari ujian tersebut. Hal ini membuat kita menyadari bahwa sesungguhnya wabah, ujian, atau malapetaka akan selalu ada,” ujarnya.
Salhana menjelaskan tradisi Mandi Safar di Hitu dilakukan setiap Rabu pada minggu terakhir Bulan Safar --penanggalan Hijriah. Sebelum tradisi tersebut digelar, terlebih dahulu para tokoh agama dan tetua adat melakukan doa syukur di beranda rumah raja.
“Jadi sudah ada air yang disiapkan, mereka akan mendoakan air yang sebelumnya sudah disiapkan di dalam kendi tua. Air ini nantinya diminum dan digunakan oleh warga untuk membasuh wajah serta anggota tubuh lainnya,” ujarnya.
Setelah ritual itu dilakukan, raja, tokoh adat, serta tokoh agama berjalan menuju Pelabuhan Huseka'a Hitulama untuk prosesi doa syukur lebih lanjut.
"Ujian itu terjadi di Bulan Safar penanggalan Islam. Kita yakin, dengan membersihkan diri di Bulan Safar, bisa mendatangkan berkah dan masyarakat serta negeri ini akan terhindar dari bala," ucapnya.
Ribuan warga Provinsi Maluku dan sekitarnya juga turut mengikuti tradisi Mandi Safar. Mereka yang menjalani tradisi itu, baik laki-laki, perempuan, orang tua, orang muda, serta pendatang dari desa-desa sekitar maupun dari Kota Ambon.
Tradisi Mandi Safar berlangsung aman dan damai meskipun ribuan orang memenuhi ruas jalan di Negeri Hitulama dan pelabuhan setempat.