Polres Ambon Kawal Eksekusi Lahan Pengungsi Wasila
Minggu, 9 Januari 2011 5:30 WIB
Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease akan mengawal proses eksekusi lahan seluas 50-an hektare di Dusun Wasila, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau yang ditempati ratusan kepala keluarga (KK) pengungsi korban konflik sosial 1999.y
"Personil Polres Ambon akan melakukan pengawalan agar proses eksekusi oleh PN Ambon itu berjalan lancar dan tidak menimbulkan gejolak di masyarakat," kata kapolres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, AKPB. Djoko Susilo, di Ambon, Jumat.
Sebagai penanggung jawab keamanan di Ambon, kata Kapolres, pihaknya ingin proses eksekusi lahan yang disengketakan oleh ahli waris keluarga Masawoi dan Keluarga Hatala sejak 2006 dan dimenangkan oleh keluarga Hatala berlangsung aman dan tidak menimbulkan masalah baru.
"Kami berkewajiban dan bertanggung jawab mengamankan eksekusi ini karena sudah sesuai dengan aturan dan memiliki kekuatan hukum tetap," katanya.
Eksekusi lahan seluas 50-an hektare itu akan dilakukan sesuai putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) No.122 tahun 2010 yang memenangkan ahli waris keluarga Hatala dalam sengketa kepemilikan lahan itu.
Eksekusi akan dilakukan PN Ambon atas permintaan Latif Hatala sebagai pihak yang memenangkan perkara melalui kuasa hukumnya M. Said, akhir Desember 2010.
Dia berharap masyarakat, khususnya para ratusan KK pengungsi yang mendiami lahan sengketa itu, tetap menjaga situasi dan kondisi keamanan serta tidak terpancing itu-isu yang menyesatkan.
Kapolres Susilo juga meminta para pengungsi untuk berkoordinasi dengan ahli waris maupun kuasa hukum keluarga Hatala yang telah diputuskan oleh MA memenangkan sengketa itu, terutama menyangkut kepemilikan lahan dan rumah mereka.
Kapolres menambahkan pihaknya telah berkoordinasi dengan Ketua PN Ambon Arthur Anggewa maupun kuasa hukum dan ahli waris keluarga Hatala, guna menjamin proses eksekusi berjalan aman.
"139 KK"
Kepala Biro Hukum Pemprov Maluku, Berthy Far-Far selaku Ketua Tim Mediasi penyelesaian sengketa lahan itu, mengatakan, sedikitnya 139 KK pengungsi korban konflik sosial 1999 lalu bermukim di lahan yang disengketakan itu sejak tahun 2003.
"Mereka adalah korban konflik sosial dari berbagai daerah di Maluku sejak 1999 dan 44 KK diantaranya belum memperoleh hak-haknya sebagai pengungsi, sedangkan sisanya sudah," ujarnya.
Menyangkut hak 44 KK itu, Far-Far menambahkan, Pemprov melalui Dinas Sosial Maluku akan menyelesaikannya sebelum eksekusi dilakukan.
Dia juga meminta para pengungsi yang telah melakukan proses ganti rugi tanah dengan keluarga Masawoi sebagai pihak yang kalah dalam sengketa lahan itu untuk berkoordinasi dengan keluarga Hatala sebagai pemenang perkara, sehingga tidak menimbulkan masalah.
Sedangkan Raja Batu Merah, Awat Ternate, meminta pihak ahli waris untuk tidak mematok harga tanah terlalu tinggi sehingga tidak memberatkan warganya.
"Jangan patok harga tanah terlalu tinggi. Bila perlu harganya sedikit lebih murah dari nilai jual objek pakaj (NJOP) yang berlaku, sehingga tidak memberatkan warga," tandasnya.