“Bupati harus tegas supaya tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari. Memastikan proses rekonstruksi dan rehabilitasi di sana. Mau sampai berapa lama, mereka harus kembali hidup berdampingan secara damai karena letak desanya bertetangga sehingga hati yang panas itu mulai lagi dikendalikan," kata Abdul dimintai keterangannya, di Ambon, Jumat.
Menurut dia, kedua kampung tersebut perlu dievaluasi, karena ada yang salah dari sisi pola interaksi sosial di sana.
"Ini banyak pengelompokan ya kalau dilihat. Bagi saya ini adalah preseden buruk bagi tatanan kehidupan orang basudara (saudara) yang sudah kita bangun dengan senantiasa menjaga rasa saling percaya," ujar Abdul.
Ia mengemukakan, persoalan tapal batas semestinya tidak sampai membawa-bawa identitas apa pun, termasuk agama. Abdul menekankan, agar segera menghilangkan perspektif agama mau pun suku.
"Saya kira semua orang memahami itu. Kita menghilangkan perspektif agama. Jadi kalau itu mau dibawa-bawa ke agama, saya kira itu keliru sekali. sebagai orang basudara karena itu sama dengan kita mencederai bangunan hidup yang diwariskan para leluhur di tanah pusaka," tandasnya.
Abdul mengatakan penyelesaian damai terkait tapal batas, sebaiknya melalui prosedur hukum di pengadilan, yang mampu menyelesaikan hal-hal seperti ini dengan kedewasaan.
"Jadi misalkan ini soal tapal batas, maka penyelesaiannya itu dibawa ke pengadilan. Jadi itu pendataan namanya, disertakan hak kepemilikan itu soal tapal batas," ujarnya.
Abdul berharap semua dapat kembali pulih, tidak lagi saling membangun narasi atas dasar kebencian. Karena itu, lanjutnya, dapat kembali membangun hidup damai.
"Saya berharap semua bisa selesai, di mana Pemprov Maluku, Pemkab Maluku Tengah, pemerintah pusat serta Polri dan TNI lebih peka lagi untuk menyelesaikan hal ini," tegasnya.