Ambon (ANTARA) - Perkumpulan Pengemudi truk Indonesia (PPTI) Maluku mengeluhkan dualisme aturan pengangkutan muatan khusus bahan kebutuhan pokok masyarakat yang ditentukan Direktorat Lalu Lintas Polda Maluku dengan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD).
"Makanya kami berencana menemui komisi di DPRD provinsi Maluku pada 14 Februari 2022 yang menangani masalah ini tetapi belum ada surat masuk jadi untuk sementara ditunda," kata Ketua PPTKI Maluku, Andre Aipasa di Ambon, Senin.
Menurut dia, akhir-akhir ini ada dua aturan berbeda yang diberlakukan, di mana ketika Dit Lantas Polda Maluku melakukan sosialisasi bahwa ketinggian muatan dari sumbu as mobil itu 1 meter dan 80 Cm untuk sembako khusus bak tinggi yang melayani Pulau Seram di Bagian Timur, Seram Bagian Barat, Pulau Saparua, dan Pulau Buru.
Tetapi di sisi lainnya, ada satu ketentuan yang selama ini sudah berlaku juga dari BPTD, di mana dari proses timbangan sampai ketinggian muatan itu telah dipasang portalnya 3,5 meter dan berbeda dengan Lalu Lintas.
"Kemarin waktu soal sosialisasi, beberapa anggota dari Dit Lantas Polda Maluku itu ada yang menjanjikan bahwa nantinya ada pertemuan dari Lantas dengan BPTD," ujarnya.
Tetapi setidaknya yang hari ini dari standar 3,5 meter yang diberlakukan lalu, ketika diukur dan melebih standar dari Lalu Lintas langsung ditilang.
Kebijakan ini dinilai terlalu tergesa-gesa karena menghambat sistem layanan bahan kebutuhan pokok masyarakat secara antarpulau.
"Kalau soal prosedur pengawalan kita tetap menggunakannya, dan saat diterapkan standar ketinggian 1 meter dan 80 Cm itu juga sudah dikawal. Namun, banyak hal yang membuat kami bingung," kata Andre.
Selama ini barang yang berukuran panjang dan melebihi bak mobil truk menggunakan pengawalan. Tetapi, sekarang yang posisinya meninggi juga sudah memakai pengawalan aparat kepolisian.
Yang jadi persoalan, ketika dilakukan proses pemuatan maka kita tidak selalu berada di satu tempat karena lokasi gudang tempat memuat barang itu berbeda-beda.
Kalau biaya tilang sebelumnya Rp350.000 per mobil kini bisa mencapai Rp500.000 dan hampir 10 unit mobil truk pengangkut bahan kebutuhan pokok masyarakat yang ditilang baik di Ambon maupun Pulau Seram.
"Pengalaman kemarin dari Masohi ke Tehoru, di mana ada salah satu investor pasir besi di sana yang harus membayar Rp2,5 juta untuk biaya pengawalan karena dari Ambon sampai batas Kabupaten Maluku Tengah dan ganti pengawalnya lagi sehingga totalnya Rp2,5 juta karena sistem estafet," tandas Andre.