Ambon (ANTARA) - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Ambon, Maluku menyarankan pemerintah kota setempat menyediakan rumah aman bagi korban kekerasan seksual.
Pendamping P2TP2A Kota Ambon, Nini Kusniati mengatakan, pendampingan terhadap korban kekerasan seksual selalu dilakukan oleh P2TP2A hingga ke tahap pengobatan dan pemulihan psikolog.
“Tetapi kita belum punya rumah aman, kita baru punya selter, tetapi selter itu penanganannya hanya batas 14 hari,” kata Nini Kusniati, di Ambon, Kamis.
Baca juga: Pemkot Ambon optimalkan P2TP2A jadi rumah aman tangani kasus kekerasan, begini penjelasannya
Menurutnya, hal inilah yang sering menyulitkan P2TP2A dalam menangani para korban kekerasan seksual yang mengalami traumatis mendalam.
“Kita tidak bisa pungkiri pada akhirnya ada yang sampai tiga bulan di selter. Kita mau buat apa, tidak mungkin kita mengabaikan mereka, apa lagi pelaku dari korban itu adalah orang terdekatnya. Apa lagi kita memaksa mereka pulang, atau biarkan begitu saja, berarti ya kita memancing untuk perbuatan tersebut terulang kembali,” ujarnya.
Ia mengaku, P2TP2A cukup kesulitan dalam anggaran. Pasalnya, menangani korban di selter hingga berbulan-bulan, perlu mengeluarkan banyak biaya.
“Seperti contoh ke psikolog, otomatis itu kan menggunakan anggaran, itu setiap pemeriksaan biasanya Rp750 ribu. Bayangkan kalau misalnya 10 atau 20 korban. Belum lagi kita butuh biaya makan, terus perempuan kalau yang datang bulan, dan kebutuhan lainnya,” ungkap Kusniati.
Baca juga: Miris, 85 persen kekerasan seksual di Ambon dipicu media sosial
Kata Kusniati, sejauh ini, P2TP2A melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD) juga sudah berupaya mengusulkan ke pemkot.
“Tapi memang kota kita anggarannya sangat minim. Kita tidak bisa berbuat apa-apa,“ katanya.
Ia berharap, Pemkot Ambon lebih memperhatikan upaya penanganan korban kekerasan seksual oleh P2TP2A Ambon dalam bentuk menyediakan fasilitas dan anggaran darurat.
“Kita tidak mau sih ada korban, tapi kalau bisa antisipasi anggarannya itu diberlakukan seperti anggaran darurat atau emergency seperti bencana. Kita tidak tahu kapan kasus seperti ini akan datang,” harap Kusniati.
P2TP2A Ambon mendampingi korban sampai ke tingkat psikolog, pemeriksaan mengantisipasi ada luka atau pendarahan, hingga ke kesehatan reproduksi.
Baca juga: Korban kekerasan seksual calon pendeta di Alor bertambah, begini penjelasannya