Ambon (ANTARA) - Dalam periode Januari-Mei 2022, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Maluku mencatat sedikitnya ada 170 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di daerah tersebut.
"Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Maluku masih tergolong tinggi. Dari Januari hingga Mei 2022 tercatat 170 kasus kekerasan yang ditangani P2TP2A Maluku," kata Ketua P2TP2A Provinsi Maluku Widya Pratiwi Murad, di Kota Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kamis.
Widya yang berada di Ibu Kota Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) sejak Senin (14/6), melakukan serangkaian kegiatan termasuk sosialisasi pembentukan P2TP2A di kabupaten tersebut.
Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Maluku, lanjutnya, menunjukkan upaya perlindungan terhadap mereka dari berbagai jenis diskriminasi dan tindak kekerasan, termasuk perdagangan anak belum berjalan optimal.
Istri Gubernur Maluku itu juga menyatakan, pada tahun 2020 di Maluku pernah terjadi kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap lima orang anak berusia 14-15 tahun di Kabupaten SBT.
Anak-anak itu berasal dari Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Tenggara. Mereka diberi iming-iming berupa pekerjaan dengan gaji menggiurkan, padahal mereka diperdagangkan.
"Kasus tersebut telah diselesaikan dan lima anak itu dipulangkan ke daerah asal masing-masing," ujarnya.
Karena itu, dia menyatakan pembentukan lembaga yang dipimpinnya pada seluruh kabupaten/kota di provinsi Maluku sangat mendesak dilakukan, sebagai perpanjangan tangan untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi serta penguatan kelembagaan perlindungan perempuan (PP) dan perlindungan anak PA di Maluku, yang muaranya pada peningkatan kualitas hidup dan peran mereka di berbagai bidang pembangunan.
Pembentukan P2TP2A di 11 kabupaten/kota di Maluku didasarkan SK Gubernur Maluku Nomor 711/2020 tentang Pembentukan Kepengurusan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku.
"P2TP2A adalah Lembaga layanan pemerintah daerah yang berfungsi melayani korban kekerasan serta penyediaan data dan informasi penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Tugasnya membangun kerja sama dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan demi terpenuhinya hak perempuan dan anak," katanya.
Dia juga mengharapkan dukungan Pemerintah Kabupaten SBT agar lebih serius menangani kasus yang terjadi terhadap perempuan dan anak, serta memberikan pemikiran konstruktif demi peningkatan kualitas layanan bagi korban kekerasan.
Sosialisasi yang dilakukan di daerah itu sebagai upaya meminimalisir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan diseluruh kabupaten/kota di Maluku dapat terbentuk P2TP2A untuk mengakomodasi berbagai upaya mencegah dan melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Baca juga: Polisi tangkap ayah perkosa anak dan cucunya di Ambon, total ada tujuh korban