Ambon (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon mengoptimalkan rumah aman untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
"Saat ini kita punya shelter rumah aman untuk melindungi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, dengan layanan dan fasilitas yang cukup memadai," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD) Kota Ambon Meggy Lekatompessy di Ambon, Senin.
Ia menyatakan, penanganan di rumah aman ditangani sesuai dengan kebutuhan, dari sisi makan minum, pemeriksaan kesehatan, pendampingan psikolog atau psikiater, maupun di aparat kepolisian hingga di Pengadilan Negeri.
Di ruang aman tidak hanya menampung korban, tetapi juga melakukan pendampingan psikologis, melakukan koordinasi lintas OPD sebagai suatu kesatuan penanganan kasus.
“Pendampingan psikologis dilakukan terhadap korban termasuk untuk visum maupun kebutuhan lainnya yang memerlukan koordinasi lintas OPD," ujarnya.
Meggy mengakui, batas waktu penanganan korban kekerasan di rumah aman selama 14 hari, tetapi pihaknya tetap memberikan pelayanan secara gratis .
"Pengalaman kita ketika ada korban yang harus diamankan di shelter, kita pernah menangani selama tiga bulan, karena jika harus sesuai ketentuan 14 hari maka tidak cukup, sehingga penanganan dilakukan secara situasional," katanya.
Ia menjelaskan, data DP3AMD Ambon jumlah Kasus KDRT hingga Juni 2023 mencapai 13 kasus dari total 27 kasus kekerasan perempuan.
Sedangkan 14 kasus lainnya tersebar di beberapa kasus, seperti penganiayaan, pengancaman, cabul dewasa, perebutan hak asuh anak, perkosaan dan penelantaran.
Sementara kasus rudapaksa atau persetubuhan masih mendominasi kasus kekerasan anak di Kota Ambon, Maluku.
Terdata kasus kekerasan anak periode Januari - Juni 2023 sebanyak 27 kasus, di antaranya rudapaksa 11 kasus, cabul sembilan kasus, KTA tiga kasus, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dua kasus, pengancaman dan penelantaran masing- masing satu kasus.
Dalam melakukan penyelesaian kasus kekerasan perempuan didampingi dinas, P2TP2A dan sejumlah LSM yang menjamin keselamatan dan kerahasiaan identitas korban.