Ambon (ANTARA) - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Ambon mengatakan, 85 persen kekerasan seksual terjadi karena terpicu media sosial, sehingga perlu adanya peningkatan pengawasan dari setiap orang tua.
“Karena hampir 85 persen penyebab atau pemicu dari kejadian kekerasan seksual, itu berawal dari medsos. Kita P2TP2A tidak mungkin memantau mereka, yang bisa mengawasi mereka hanyalah orang tua mereka masing-masing,” kata Pendamping P2TP2A Kota Ambon, Nini Kusniati, di Ambon, Rabu.
Menurutnya, orang tua baiknya lebih dapat mengontrol anak dalam menggunakan media sosial. Tidak hanya perempuan, tapi juga laki-laki yang rentan terhadap salah pergaulan.
Baca juga: Polresta Ambon tangkap seorang ayah perkosa anak kandungnya, pelaku terancam 20 tahun penjara
“Jadi sekarang ini kita tidak cuma takut terhadap anak perempuan, tapi kita juga takut anak-anak laki-laki juga. Karena kenyataan sekarang anak laki-laki pun kebanyakan bergaul sembarangan, akhirnya ikut-ikutan hal-hal yang tidak patut dibuat,” ujarnya.
Menanggapi kasus rudapaksa yang dilakukan oleh enam orang secara bergilir, di Waiheru, Baguala, Ambon, pada (29/9) lalu, Kusniati mengaku menyesal atas peristiwa tersebut.
“Sebenarnya tidak tahu mau bilang apa lagi, kadang-kadang mau menangis, namun tidak bisa menangis. Korban anak, pelaku anak. Itulah realita yang terjadi. Sudah terlalu sering ada kejadian seperti ini. Karena itu, kalau kita, orang tua tidak sering kontrol anak-anak punya ponsel, maka bisa jadi itu akibatnya. Karena anak ini kan keingintahuannya itu sangat tinggi,” katanya.
Baca juga: Polisi: Pelaku pencabulan anak di Ambon terancam 20 tahun penjara
Kata Kusniati, sejauh ini, P2TP2A juga sudah cukup berupaya untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini terjadi. Seperti sosialisasi terhadap anak-anak di sekolah, dan lain-lain.
“Tapi kita juga berharap, orang tua dapat bekerja sama, bagaimana lebih ekstra memperhatikan anak masing-masing. Kalau jam sekian belum pulang, segera dihubungi, ditelepon, dan lain sebagainya,” pinta Kusniati.
Kapolresta Pulau Ambon, Kombes Pol Raja Arthur Simamora menyatakan, enam orang pelaku rudapaksa, itu telah ditetapkan sebagai tersangka kasus rudapaksa seorang siswi SMA di Ambon.
Adapun keenam pelaku ialah AKK (17), RZH (14), SAK (15), NHT 16 dan ARM (16), dan AW (18). Mereka semua ditangkap tak lama setelah peristiwa itu terjadi.
Insiden itu terjadi di sebuah rumah kosong di kawasan Waiheru, Kecamatan Baguala, kota Ambon pada (29/9) lalu.
Baca juga: Pemerkosa gadis di bawah umur di Ambon dibawa ke RSJ, begini penjelasannya
Kasus rudapaksa itu bermula saat pelaku A bertemu dengan korban di sebuah gapura di kawasan Waiheru. Lalu, korban langsung dibawa ke rumah kosong yang sudah ada para pelaku lain.
Para pelaku saat ini telah menjalani pemeriksaan dan sementara ditahan di sel tahanan Polresta Pulau Ambon.
Mereka dijerat dengan undang-undang pasal 82 ayat 1 dan atau pasal 81 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Baca juga: ICJR: Hukuman mati HW pemerkosa 13 santri bukan solusi bagi korban kekerasan seksual