Ambon (ANTARA) - Kepala Bappeda Maluku Anthon Lailossa mengatakan, penanganan stunting adalah masalah kemanusiaan dengan melibatkan Organisasi Perangkat Daerah hingga Tim Penggerak PKK dan Pos Yandu sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
"Dalam mengatasi stunting di Maluku, dilakukan konvergensi dengan seluruh OPD untuk bersatu menyelesaikan masalah ini sesuai tupoksinya karena dari sisi kesehatan, langkah penurunan stunting oleh pihak kesehatan hanya mampu menangani 30 persen dan non kesehatan sebesar 70 persen," kata Anthon di Ambon, Senin.
Penjelasan Anthon disampaikan dalam rilisnya yang disampaikan Dinas Kominfo Maluku.
Menurut dia, Provinsi Maluku dari tahun ke tahun telah melakukan berbagai upaya maksimal untuk menurunkan masalah kesehatan nasional stunting.
Berdasarkan arahan Gubernur Maluku Murad Ismail, langkah strategis yang dilakukan pemda yakni melakukan konvergensi dengan melibatkan seluruh OPD dan mitra terkait seperti TP-PKK dan Posyandu.
Karena untuk mengatasi kendala tersebut, pemerintah bermitra dengan berbagai pihak yang bisa membantu penanganan stunting sebagaimana pada Pasal 20 ayat (3) Perpres 72 Tahun 2021 bahwa Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat provinsi.
Tim ini terdiri atas perangkat daerah dan pemangku kepentingan, termasuk TP-PKK.
"Selain itu TP-PKK dan Posyandu juga memiliki salah satu program yakni mengatasi permasalahan kesehatan dan pemberdayaan ekonomi," ucapnya.
Ia menjelaskan, kemitraan yang dibangun dengan pemangku kepentingan dan salah satunya adalah TP-PKK, karena membutuhkan tokoh atau figur yang bisa menggelorakan gerakan penurunan stunting.
"Karena dibutuhkan tokoh yang dapat menggelorakan percepatan penurunan stunting ini, Pemda meminta Ny. Widya Pratiwi Murad selalu Ketua TP-PKK provinsi menjadi duta parenting yang telah dilantik sejak 3 Juli 2019," tandasnya.
Duta parenting tugasnya turun menggerakkan seluruh kader PKK yang ada di kabupaten/kota dan menjadi role model sampai di tingkat desa, yang kemitraan ini dilakukan sampai sekarang.
Lailossa mengatakan kalau melalui TP-PKK, digerakkan juga kader posyandu melalui Tim Pokjanal dan diberikan bantuan sesuai arahan dari tingkat pusat, provinsi sampai desa. Saat ini pemda juga turut bermitra dengan TNI/Polri, Kementerian Agama untuk bersama-sama secara terpadu melakukan gerakan bersama termasuk pengarahan kepada kader posyandu.
"Bappeda bertugas untuk merencanakan, memantau, dan memonitor," kata Anthon.
Lailossa menjelaskan berkat kerja keras, dan konvergensi serta kemitraan yang dibangun selama ini, secara nasional penurunan stunting di Maluku sudah terjadi secara konsisten.
Dilihat dari 2018, jumlah penderita stunting berada pada angka 34 persen dan sekarang berada di angka 26 persen, jika dibandingkan dengan daerah sekitar di Kawasan Indonesia Timur, penurunan ini sangat signifikan.
Karena stunting adalah masalah kemanusiaan maka perlu secara bersama-sama menurunkan persentasenya. Target nasional stunting adalah 14 persen dan saat ini ada di angka 21 persen.
"Sementara kita di Maluku berada pada angka 26 persen dan menuju target 20 persen dikarenakan masih ada bayi dan keluarga yang beresiko stunting dan jangan sampai kita lengah lelah dan lemah," tegasnya.
Sementara Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson Atapary mengatakan akan melaporkan penggunaan anggaran stunting lewat berbagai OPD karena lebih besar dimanfaatkan untuk perjalanan dinas dan biaya operasional.
Sesuai data yang masuk dari Dinas Kesehatan Maluku, ada alokasi anggaran Rp1,4 miliar untuk penanganan stunting namun tidak menyentuh lokus stuting dan Rp700 juta lebih untuk biaya perjalanan dinas dan sisanya sebagai biaya operasional.
Selain Dinkes Maluku, ada juga OPD lain yang penggunaan anggaran penanganan stunting lebih dominan untuk perjalanan dinas dan operasional.
"Komisi akan meminta persetujuan pimpinan DPRD untuk memberikan rekomendasi, tetapi kalau tidak maka saya sendiri yang akan melaporkannya ke kejaksaan," tandasnya.
Bappeda Maluku sebut penanganan stunting masalah kemanusiaan
Selasa, 18 Juli 2023 5:07 WIB