Ambon (ANTARA) - Empat terdakwa dugaan korupsi anggaran pembangunan ruas Jalan Rombatu-Manusa, Kecamatan Inamosol, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon.
Ketua Majelis hakim Tipikor, Rahmat Selang didampingi dua hakim anggota menggelar sidang perdana di Ambon, Senin, dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan tim JPU Kejati Maluku dikoordinir Achmad Atamimi.
Empat terdakwa tersebut adalah Thomas Wattimena, Jorie Soukotta, Ronald Renyut, dan Guwen Salhuteru
Dalam surat dakwaan jaksa membeberkan peran terdakwa Thomas Wattimena selaku Kadis PUPR Kabupaten SBB mengetahui pekerjaan proyek jalan tersebut belum rampung 100 persen namun pencarian anggaran tahap IV dan V bisa dilakukan.
JPU mengatakan pekerjaan pembangunan ruas Jalan Desa Rambatu-Desa Manusa berasal dari Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2018 dengan nilai pekerjaan dalam kontrak semula Rp29.858 miliar
Kemudian nilainya diubah sesuai addendum sebesar Rp31.428 miliar dengan jangka waktu pelaksanaan selama 270 hari kalender terhitung sejak tanggal 26 Maret - 27 Desember 2018 dan ditangani PT. Bias Sinar Abadi.
"Terdakwa Thomas Wattimena mengetahui pekerjaan Jalan Rumbatu Manusa belum selesai, namun menyetujui permohonan pencairan pembayaran termin IV dan V," jelas JPU.
Akhirnya saksi Jorie Soukotta selaku PPK dan bendahara memanipulasi dokumen seolah-olah pekerjaan telah selesai, padahal fakta dilapangan progres pekerjaan baru mencapai 70,90 persen selesai.
Bahkan saksi Guwen Salhuteru juga memanipulasi tanda tangan Ronal Renyut selaku Direktur PT. Bias Sinar Abadi.
"Bahwa terdakwa Thomas Wattimena pada saat pengajuan permohonan pencairan pembayaran termin IV dan V telah mengetahui secara sadar dan pasti bahwa pekerjaan belum mencapai 100," tandas JPU.
Namun terdakwa tetap memerintahkan saksi Jorie Soukotta selaku PPK dan bendahara dan pengeluaran untuk melakukan proses pembayaran pekerjaan.
Selanjutnya seluruh dokumen pembayaran termin IV dan termin V dimanipulasi berupa Dokumen Berita Acara Pemeriksaan Kemajuan Pekerjaan Nomor 600/11/BA-PKP.IV/PPK-DAK-JS/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018 yang ditandatangani oleh Jorie Soekotta selaku PPK dan Ronal Renyut selaku Direktur PT. BSA.
Namun tanda tangan Ronald dipalsukan oleh Guwen Salhuteru yang menyebutkan pada poin dua pekerjaan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak dan pekerjaan telah mencapai kemajuan sebesar 100 persen, padahal secara faktual baru mencapai 70,90 persen.
Selain itu, terdakwa juga menyuruh saksi Jorie Soukotta membuat Berita Acara pembayaran termin IV atau 100 persen dengan dalih alasan untuk pengamanan transfer dana DAK ke Kas Daerah.
Padahal dalam dokumen pencairan dana tertulis telah dilakukan pencairan dana sebesar 100 persen sedangkan fakta di lapangan secara nyata fisik pekerjaan belum selesai.
Keseluruhan dokumen keuangan untuk pencairan tersebut juga diketahui oleh Jorie Soukotta selaku PPK pada 28 Desember 2018 yang digunakan sebagai dasar diterbitkannya SP2D, dimana saat itu terdakwa Thomas tidak melakukan pengujian kebenaran formil-materil atas tagihan dimaksud.
Namun terdakwa justru memerintahkan pembayaran kepada bendahara pengeluaran dan menandatangani SPM meski pun mengetahui progres kemajuan pekerjaan belum mencapai 100 persen).
Selanjutnya berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Kemajuan Pekerjaan maka PT. BSA mendapatkan pembayaran sebesar 95 persen.
Sehingga pada 27 Desember 2018 pencairan dana tahap ke V telah beralih/berpindah ke rekening 0353 02 002097 30 1 milik PT. BSA senilai Perubahan Kontrak pada adendum menjadi Rp31.428 miliar.
Akhirnya saksi Jorie Soukotta selaku PPK dan saksi Josephus Siahaya selaku direksi lapangan pada Maret 2019 bersama tim telah melakukan pemeriksaan lapangan lanjutan dan memperoleh fakta secara pasti bahwa pekerjaan belum selesai 100 persen.
Pasalnya secara riil pada 26 Desember 2018 pekerjaan baru mencapai 13.6 Km dan terdapat kekurangan sekitar 11,4 km.
Selanjutnya berdasarkan pemeriksaan fisik lapangan oleh ahli Willem Gaspersz dijelaskan bahwa pekerjaan pembangunan jalan tersebut ditemukan fakta terdapat kekurangan volume dalam kontrak pada Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Terjadi selisih kurang volume/bahan material dari hasil kumulatif yang dikerjakan lebih kecil bila dibandingkan dengan yang ada pada kontrak, padahal seluruh biaya pekerjaan telah dicairkan.
Perbuatan terdakwa Thomas Wattimena bersama saksi Jorie Soukotta, Ronald Renyut dan Guwen Salhuteru telah melanggar Pasal 89 (4) Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Menurut JPU, akibat perbuatan terdakwa dan para saksi merugikan keuangan negara sebesar Rp7.124 miliar.
Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi.