Jakarta (ANTARA) - Ekonom Piter Abdullah mengatakan peningkatan inklusi keuangan harus diikuti dengan edukasi dan upaya perbaikan sistem keuangan.
"Inklusi selain didorong dengan edukasi juga harus diikuti dengan upaya memperbaiki sistem keuangan agar lebih efisien dan menarik bagi masyarakat," kata Piter kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Selain itu, peningkatan inklusi juga perlu didukung dengan program-program bantuan untuk menjadikan masyarakat eligible dan bankable (layak). Sementara, literasi harus dilakukan secara konsisten melalui berbagai bentuk program edukasi kepada masyarakat.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 85,10 persen. Pemerintah menargetkan inklusi keuangan sebesar 90 persen pada 2024.
Komponen-komponen dalam sistem keuangan meliputi antara lain institusi keuangan, baik perbankan maupun non-bank, pasar keuangan, korporasi, dan infrastruktur keuangan.
Menurut Piter, saat ini ada banyak faktor yang menghambat masyarakat untuk terhubung ke sektor keuangan utamanya bank, salah satunya adalah suku bunga bank yang sangat tinggi.
Selama suku bunga bank masih begitu tinggi, banyak yang tidak mampu membayar bunga bank, sehingga mereka akan menghindari lembaga keuangan dan bank.
"Inefisiensi yang tercermin dalam bentuk suku bunga tinggi ini selama ini tidak pernah diakui sebagai faktor penghambat inklusi keuangan," tuturnya.
Sementara suku bunga tersebut adalah harga yang harus dibayar oleh masyarakat untuk menggunakan jasa industri keuangan.
Sebelumnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan meyakini penguatan sistem keuangan melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menjadi harapan bagi Indonesia untuk mengawal pendalaman dan stabilitas sistem keuangan.
Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan BKF Adi Budiarso di Jakarta, Rabu (10/5), menuturkan kehadiran UU P2SK berperan dalam mengatasi urgensi reformasi sektor keuangan di Indonesia.
Menurut Adi, sektor keuangan Indonesia terbilang masih dangkal dan belum seimbang bila dibandingkan dengan negara lain. Masalah yang muncul dari lemahnya sistem keuangan di antaranya rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan, tingginya biaya transaksi di sektor keuangan, dan terbatasnya instrumen keuangan.
Poin-poin penting yang perlu menjadi perhatian terkait reformasi sistem keuangan adalah peningkatan akses jasa keuangan, perluasan sumber pembiayaan jangka panjang, peningkatan daya saing dan efisiensi, pengembangan instrumen dan penguatan mitigasi risiko, serta peningkatan perlindungan investor dan konsumen.
Adi menjelaskan UU P2SK mengatur penguatan pengembangan dan mitigasi risiko yang setara dengan industri yang sudah mapan. Hal itu tercermin pada penambahan regulasi terkait peer-to-peer (P2P) lending serta Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) di luar P2P lending dan sistem pembayaran.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom: Peningkatan inklusi keuangan diikuti perbaikan sistem keuangan