Depok (ANTARA) - Peneliti Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP) Riko Noviantoro menilai usulan dari sejumlah pihak tim kampanye untuk debat capres dan cawapres menggunakan Bahasa Inggris dapat disalahtafsirkan merendahkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
"Ini menjadi bukti tidak memahami esensi dari perdebatan kandidat, " kata Riko Noviantoro di Depok, Jumat.
Menurut dia debat capres itu untuk mengetahui kedalaman terhadap masalah dan solusi, bukan penguasaan bahasa asing.
Usulan tersebut disuarakan oleh tim kampanye dari pasangan capres dan cawapres tertentu.
Baca juga: KPU undang akademisi hingga jurnalis bahas topik debat Pilpres 2024
Riko mengatakan gagasan berbahasa asing dalam debat mendegradasi identitas bangsa, apalagi debat ini diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia, tidak ada urusan dengan masyarakat luar.
Tentu saja, lanjut Riko, tidak ada korelasi berbahasa asing dalam debat. Bahkan bisa menjadi salah tafsir dan pemahaman publik. Sehingga memperburuk kualitas demokrasi.
"Debat ini bukan forum internasional. Jadi ide debat capres berbahasa asing sebagai gagasan ngawur," katanya.
Selain itu pula, esensi debat lebih melihat kandidat menjabarkan masalah bangsa. Sekaligus menunjukkan strategi penyelesaiannya. Artinya mengetahui kedalaman kandidat terhadap persoalan kekinian dan harapannya.
Debat berbahasa asing, lanjut Riko lebih tepat pada forum internasional. Pada momen itu memang audiennya tidak memahami Bahasa Indonesia, pantas untuk berbahasa asing.
"Kok bisa ada ide seperti ini," katanya mempertanyakan.
Baca juga: KPU RI buka peluang konten kreator jadi moderator debat Pemilu 2024