"Kejadian tersebut bermula Bupati Pulau Morotai Rusli Sibua melalui beberapa Kepala Dinas setempat untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas pekerjaan PT MMC, ternyata dalam pengawasan tersebut ditemukan sejumlah tindakan pelanggaran pidana yang dilakukan perusahaan," kata Pengacara Pemkab Pulau Morotai, Ali Tanjung SH di Ternate, Jumat.
Kasus pengrusakan dan penjarahan fasilitas milik PT MMC di Kabupaten Pulau Morotai mengakibatkan Bupati Rusli Sibua dan Wakil Bupati Weni Paraisu ditetapkan sebagai tersangka bersama lima orang pejabat di Pemkab Pulau Morotai.
Menurut Ali, berdasarkan hasil temuan pemda, pihak PT MMC dinyatakan melakukan pelanggaran yang bertentangan dengan UUD Negara RI, dengan merugikan keuangan Negara sebesar Rp 50 Juta, karena sejak beroperasi pihak perusahaan ternyata menyewa Pulau Ngele-ngele kecil untuk berinvestasi di situ melalui kepala desa setempat dalam hitungan kontrak setahun berjalan.
"Tindakan yang dilakukan pihak perusahaan itu sangat bertentangan dengan UUD tentang pemeliharaan pantai dan pesisir, kalau pulau itu disewa maka harusnya ada izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, sementara perusahaan tidak miliki izin itu.
Dia menegaskan, kasus PT MMC bukan kasus pidana pengrusakan, tetapi kasus perlawanan terhadap penegakan hukum oleh pemda setempat, dimana ketika pemda akan memberikan sanksi administratif kepada perusahaan tersebut, mereka malah dihadang pihak perusahaan, sehingga berakibat pengrusakan itu.
"Dalam hukum itu ada sebab dan akibatnya, bukan karena Pemda datang dan merusak, pemda hanya datang untuk melakukan penertiban berkaitan dengan pelanggaran aturan dan beberapa izin yang belum diselesaikan oleh perusahaan itu," ujarnya.
Tanjung menilai, dalam proses penegakan hukum terhadap PT MMC ini ada permainan mafia hukumnya yang sangat besar. Bisa bayangkan dari sejak laporan pada Polres Halut sampai laporan pada Polda Malut, semua ada lima laporan dari tanggal 24 Maret 2012 satu laporan kami masukkan, kemudian menyusul emppat laoporan lagi pada tanggal 9 Maret 2013, namun terbukti hingga saat ini tidak ditindaklanjuti pihak Kepolisian.
Berkaitan dengan masalah tersebut, Ia menegesakan, dalam waktu dekan akan melaporkan tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan pihak Polisi, Penyidik dan Hakim terhadap penaganan kasus yang mengorbankan lima pegawai Pemda Moratai itu.
"Berdasarkan hasil gelar perkara pada 9 Oktober 2013 di ruang rapat kantor Mapolda Malut melalui ketua tim Wasidik Mabes Polri menyatakan akan diberikan kesimpulan tertulis oleh polisi, namun hingga hari ini surat tersebut belum kami dapatkannya," katanya.