Ambon (Antara Maluku) - Pengamat Politik Universitas Pattimura (Unpatti) Amir Kotarumalos mengatakan, menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 9 Juli 2014, pelanggaran pemilu yang sering terjadi di arus bawah harus diantisipasi.
"Pelanggaran pemilu paling banyak terjadi pada level bawah front pelaksana garda terdepan, orang jual beli undangan dan bagaimana menkonstruksi keadaan untuk itu, distribusi massa untuk mencoblos di tempat-tempat tertentu, serangan fajar, semua itu sudah harus diantisipasi dari sekarang," kata Amir di Ambon, Kamis.
Amir yang juga Dosen Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpatti mengatakan, pelanggaran-pelangaran tersebut tidak mendidik masyarakat untuk menyalurkan aspirasi maupun suara mereka dengan benar, sehingga menyebabkan turunnya demokrasi elektoral di Indonesia.
"Mata rantai ini kuat sekali, elit partai dan peserta pemilu bekerja sama dengan pelaksana bermain-main dalam lingkaran setan yang memunculkan fenomena dan peraturan prinsip dari kondisi yang menyebabkan turunnya demokrasi elektoral kita," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, terbukanya situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bisa diakses dengan bebas telah memunculkan modus operandi baru dalam pelanggaran pemilu.
"Ada modus baru, undangan di-scan, kemudian situs KPU untuk daftar pemilih tetap dan pemilih tambahan yang terbuka lebar, dan bisa diakses memudahkan oknum-oknum tertentu mengunggah nama-nama orang di situs itu dan bisa dilihat di seluruh nusantara," ucapnya.
Dia mengatakan, oknum-oknum di tingkat aparatur KPU juga harus diantisipasi, mereka yang telah terbukti melakukan pelanggaran sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, jangan hanya diberi sanksi administrasi, tetapi harus diberhentikan.
Sebab kemungkinan akan mengulang tindakan yang sama di kemudian hari yang tentunya bisa merugikan negara dan menyebabkan semakin merosotnya kredibilitas dan keadilan demokrasi di Indonesia.
Amir mencontohkan, KPU Kota Tual yang dengan sengaja selama dua hari menyimpan peti suara di Hotel Natsepa dan membukanya kemudian merekonstruksi ulang perhitungan suara hasil Pileg 9 April 2014, dengan alasan untuk dilaporkan kepada KPU Provinsi Maluku.
"Pelanggaran yang dilakukan KPU Kota Tual sudah dua kali, kalau cuma diberi teguran oleh KPU Provinsi, maka mereka juga turut bertanggung jawab terhadap pelanggaran-pelanggaran berat yang sudah memenuhi unsur sistematis dan terstruktur pidana pemilu sesuai dengan UU No. 15 tahun 2011," katanya.
Pengamat: Pelanggaran Pemilu Arus Bawah Harus Diantisipasi
Kamis, 15 Mei 2014 8:20 WIB