Ambon (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku menangani sebanyak 148 laporan pelanggaran pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
“Temuan pelanggaran pemilihan merupakan hasil pengawasan aktif dari Bawaslu provinsi dan jajaran, Panwaslu kecamatan, kelurahan/desa dan pengawas tempat pemungutan suara (TPS) pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu,” kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu Maluku Astuti Usman, di Ambon, Minggu.
Ia merinci dari 148 pelanggaran tersebut sebanyak 125 laporan dan 23 temuan. Dalam prosesnya terhadap laporan dan temuan yang diregister sebanyak 63 dengan rincian laporan yang diregister sebanyak 40 dan temuan yang diregister berjumlah 23 tersebar di 11 kabupaten/kota.
“Dalam proses selanjutnya perlu kami sampaikan bahwa dari pembahasan yang dilakukan laporan yang telah diregistrasi sebanyak 63 tersebut pelanggaran berjumlah 29. Bukan pelanggaran 34 dan kasus pidana 11 dan yang dilanjutkan ke pembahasan kedua sebanyak 6 kasus,” ujarnya.
Selanjutnya pada pembahasan ke tiga sebanyak empat kasus. Pelanggaran ASN ada empat, pelanggaran administrasi sebanyak 17, pelanggaran hukum lainnya empat kasus dan kode etik sebanyak empat kasus.
“Bahwa sampai pada saat ini di beberapa kabupaten/kota masih melakukan penanganan pelanggaran,” katanya menjelaskan.
Menurutnya, pelanggaran pemilihan adalah suatu tindakan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait pemilu dan pemilihan. Bahwa Pelanggaran pemilihan dapat berasal dari temuan atau laporan.
Selain berdasarkan temuan Bawaslu, laporan pelanggaran pemilihan bisa langsung dilaporkan oleh warga negara Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih, peserta pemilu, dan pemantau pemilu kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan/atau Pengawas TPS.
Laporan pelanggaran pemilihan disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu, tempat kejadian perkara dan uraian kejadian. Laporan pelanggaran pemilihan disampaikan paling lama tujuh hari sejak diketahui terjadinya dugaan adanya pelanggaran pemilihan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, terdapat tiga jenis pelanggaran pemilihan, yaitu pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif dan tindak pidana pemiliu.
Pelanggaran kode etik adalah pelanggaran etika penyelenggara pemilu terhadap sumpah dan janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
Pelanggaran kode etik ditangani oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan putusannya berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap atau rehabilitasi.
Pelanggaran administratif adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan tahapan pemilihan.
Pelanggaran administratif pemilihan ditangani oleh Bawaslu Provinsi dan putusannya berupa perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan, teguran tertulis, tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan pemilihan atau sanksi administratif lainnya sesuai undang-undang pemilihan.
Pelanggaran tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu serta undang-undang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam forum/lembaga Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Perkara tindak pidana pemilu diputus oleh pengadilan negeri, dan putusan ini dapat diajukan banding kepada pengadilan tinggi. Putusan pengadilan tinggi adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.