Ambon (ANTARA) - Balai Bahasa Provinsi Maluku mendata 385.985 orang terimbas berpartisipasi pada program revitalisasi lima bahasa daerah di Provinsi Maluku.
"Terdata sejak tahun 2023 hingga 2024, terjadi peningkatan masyarakat yang berpartisipasi selama pelaksanaan program revitalisasi bahasa daerah di provinsi Maluku, " kata Kepala Balai Bahasa Provinsi Maluku, Kity Karenisa, di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan, masyarakat yang berpartisipasi dalam program revitalisasi bahasa daerah terdiri atas, partisipan yakni siswa, tenaga pengajar, dan masyarakat.
Upaya menghidupkan dan menyegarkan kembali bahasa daerah bagi penutur didorong oleh kalangan orang tua siswa, guru, pengawas, kepala sekolah, pegiat bahasa-sastra, budayawan, seniman, fasilitator, dosen, akademisi, ahli bahasa dan sastra, dan duta bahasa, serta perwakilan pemerintah daerah.
Revitalisasi bahasa daerah di Provinsi Maluku, katanya, dilakukan untuk menguatkan penggunaan bahasa daerah dan sebagai cara untuk menghidupkan kembali hasrat dan minat penutur bahasa daerah untuk menggunakan bahasa daerah masing-masing.
Balai Bahasa Provinsi Maluku,sejak tahun 2022 melaksanakan revitalisasi bahasa daerah melalui Festival Tunas Bahasa Ibu tingkat Kabupaten.
Dengan memperlihatkan hasil pembelajaran ekstrakurikuler melalui tujuh mata lomba berbahasa daerah, yaitu menulis dan membaca puisi, menulis cerpen, berpidato, menyanyi, lawakan tunggal, mendongeng, dan menulis surat.
Dari tujuh mata lomba tersebut menghasilkan para pemenang FTBI tingkat kabupaten. Sebelumnya, ketujuh mata lomba tersebut telah diajarkan kepada pengajar utama dari lima kabupaten.
"Selagi masih ada penutur bahasa daerah, maka bahasa itu wajib terus direvitalisasi, agar bahasa tersebut akan terus menerus hidup dengan terus disegarkan agar penggunaannya tidak mengalami kemunduran bahkan kepunahan, " katanya.
Saat ini katanya, tiga dari 70 bahasa daerah yang terdata di wilayah Provinsi Maluku sudah punah, karena tidak ada lagi penutur.
"Jika dibandingkan dengan data bahasa punah tahun 2019, bahasa yang punah di Maluku tidak sebanyak sebelumnya, yakni dari delapan bahasa menjadi tiga bahasa yang telah punah, yaitu bahasa Hoti, bahasa Kaiely (Kayeli), dan bahasa Piru, dari Seram Bagian Barat, " ujarnya.
Dari 70 bahasa daerah di Maluku, paling tidak, ada sekitar 19 persen dari bahasa-bahasa ini juga tidak lagi memiliki penutur-penutur muda.
Dengan ketiadaan penutur muda secara terus-menerus, sebuah bahasa pasti akan ada pada tingkat daya hidup paling rendah dari sebuah bahasa, yaitu punah, sehingga program revitalisasi bahasa daerah akan terus dilaksanakan.