Ternate (ANTARA) - Balai Bahasa Maluku Utara (Malut) akan merevitalisasi delapan bahasa daerah guna mencegah kepunahan dari bahas ibu di provinsi tersebut.
"Kami akan melakukan revitalisasi bahasa daerah di Malut, karena dari 19 bahasa itu, satu di antaranya bahasa Ibo di Halmahera Barat, yang kini hanya memiliki satu penutur saja," kata Kepala Balai Bahasa Malut Arie Andrasyah Isa di Ternate, Selasa.
Selain itu, delapan bahasa daerah lainnya mengalami penurunan jumlah penutur. Bahasa-bahasa tersebut meliputi bahasa Ternate, Tobelo, Makean Dalam, Sula, Sahu, Buli, Bacan, dan Makean Luar. Untuk mencegah kepunahan, Balai Bahasa Malut melaksanakan program revitalisasi terhadap bahasa-bahasa tersebut pada 2025.
Dia menjelaskan, pihaknya gencar melakukan revitalisasi bahasa daerah dalam beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, enam bahasa telah direvitalisasi, yakni bahasa Ternate, Makean Dalam, Sula, Sahu, dan Buli. Tahun ini, revitalisasi diperluas dengan menambahkan bahasa Bacan dan Makean Luar.
"Meskipun enam bahasa tersebut sudah direvitalisasi tahun lalu, kami tetap melakukan pengawalan agar pelestariannya berkelanjutan. Kami juga telah menyusun empat kamus bahasa daerah, yaitu Kamus Bahasa Sahu, Buli, Makean Dalam, dan Sula dialek Faahu sebagai penunjang pelestarian," ujarnya.
Menurut Arie, kemunduran bahasa daerah disebabkan oleh berkurangnya penggunaan bahasa ibu di kalangan generasi muda, khususnya mereka yang berusia di bawah 30 tahun. Salah satu faktor penyebabnya adalah perkawinan silang.
"Contohnya, jika seorang ibu berasal dari Ternate dan ayah dari Makian, anak mereka cenderung menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi dalam keluarga, sehingga bahasa daerah sulit diwariskan," jelasnya.
Meski demikian, bahasa Sula dinilai masih relatif terjaga karena anak-anak di wilayah tersebut masih diajarkan bahasa ibu dalam lingkungan keluarga. Sebaliknya, pelestarian bahasa Ternate menghadapi tantangan besar, terutama di wilayah Ternate Tengah dan Selatan, yang banyak dihuni oleh pendatang. Hal ini turut menyulitkan pengajaran bahasa Ternate di sekolah-sekolah dasar setempat.
Lebih lanjut, Arie menegaskan pentingnya keseriusan dalam merevitalisasi bahasa daerah. Delapan bahasa yang saat ini dalam proses revitalisasi terancam punah jika tidak ada upaya nyata dan berkelanjutan. Untuk itu, Balai Bahasa Malut terus berkoordinasi dengan pemerintah provinsi (pemprov) dan pemerintah kabupaten/kota.
"Pemprov sebenarnya telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian Bahasa Daerah sejak 2009, namun implementasinya belum maksimal. Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan gubernur baru, agar ada instruksi tegas kepada pemda di setiap wilayah untuk membudayakan penggunaan bahasa daerah," ujarnya.
Upaya pelestarian bahasa ini menjadi langkah penting dalam menjaga identitas budaya Maluku Utara di tengah arus modernisasi dan globalisasi.