Ambon (ANTARA) - Guru besar bidang kelautan dan perikanan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Maluku Prof Semuel Tuhumury mengemukakan hilirisasi siput lola dapat meningkatkan nilai jual sekaligus perekonomian daerah.
"Daging lola dapat dikonsumsi sebagai sumber protein dan cangkangnya berguna sebagai bahan pembuat kancing baju dan perhiasan," kata Prof Semuel Tuhumury di Ambon, Jumat.
Ia menjelaskan dalam kegiatan budidaya kerang mutiara, lola digunakan sebagai media perangsang organ kerang mutiara untuk membentuk mutiara.
Kancing baju yang terbuat dari cangkang lola pun memiliki kualitas tinggi. Hal ini menyebabkan permintaan pasar ekspor cangkang lola terus mengalami peningkatan untuk industri pakaian di Eropa, Taiwan dan beberapa negara Asia Timur lainnya.
"Cangkang lola merupakan sumber daya berharga bagi banyak komunitas kepulauan pesisir karena memiliki lapisan mutiara yang dimanfaatkan secara komersial dalam bahan baku industri fashion dan perhiasan di banyak negara maju, seperti Italia, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Austria," katanya menjelaskan.
Disamping itu sebagai organisma makrofauna bentos yang memiliki mobilitas lambat dan hidup menetap di suatu lokasi, membuat siput lola menjadi target perburuan.
Perburuan terhadap siput lola oleh masyarakat pesisir telah dilakukan sejak dahulu, karena secara ekonomi lola dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian bagi nelayan. Daging lola dapat dikonsumsi sebagai sumber protein dan cangkangnya berguna sebagai bahan pembuat kancing baju dan perhiasan.
"Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa penelitian, tingginya permintaan pasar dengan nilai jual yang tinggi memacu tingkat perburuan semakin meningkat juga, hal ini menyebabkan populasi lola mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir," jelasnya.
Padahal ekspor siput lola dari Maluku merupakan salah satu komoditas yang bernilai ekonomis penting.
Maluku merupakan salah satu daerah penghasil siput lola terbesar di Indonesia. Pada 1989, Maluku mencapai produksi siput lola tertinggi sebesar 250 ton, yang bernilai sekitar Rp6,8 miliar, namun saat ini ekspornya menjadi jarang karena populasi siput lola Maluku yang kian menurun.
Oleh sebab itu dibutuhkan upaya hilirisasi industri siput lola Maluku agar menjadi komoditas unggulan yang dapat meningkatkan perekonomian daerah.
"Daerah di Maluku yang memiliki potensi besar untuk pengembangan ekspor siput lola adalah Pulau Rhun, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah," katanya.