Ambon (ANTARA) - Akademisi Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Maluku Dr Jeanne Ivonne Nendissa mengembangkan tumbuhan endemik hotong menjadi berbagai produk olahan pangan sebagai upaya ketahanan dan diversifikasi pangan.
“Hotong ini dapat diolah menjadi berbagai olahan pangan, saya bersama beberapa mahasiswa telah mencoba untuk mengolahnya menjadi tepung, mi, kue, keripik, bolu dan lain sebagainya, namun sampai saat ini masih perlu diuji lebih lanjut,” kata dia di Ambon, Jumat.
Hotong yang memiliki nama latin setariaitalica merupakan tanaman pangan yang mirip padi atau gandum berasal dari satu rumpun keluarga dengan gandum, yakni keluarga tanaman poaceae yang tumbuh subur di Pulau Buru. Maluku.
Biji hotong terbungkus kulit ari, seperti beras dengan kandungan karbohidrat hampir sama dengan beras, tetapi proteinnya lebih tinggi.
Menurut dia Unpatti telah menjalin kerja sama dengan PT Indofood, dan terus melakukan pengujian dan percobaan untuk membuat berbagai olahan pangan dari hotong.
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Unpatti ini menjelaskan hotong yang disebut foxtail millet dalam bahasa Inggris ini sangat mirip dengan padi dan gandum. Biji hotong terbungkus kulit ari, seperti beras.
“Hotong merupakan tanaman semusim yang tumbuh dalam bentuk rumpun setinggi 60-150 centimeter dengan umur panen rata-rata 75-90 hari setelah tanam,” ujarnya.

Sebelum diolah menjadi berbagai kudapan, hotong diproses terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau digiling untuk memisahkan antara kulit dan bulirnya.
Setelah itu hotong dijadikan tepung, dalam prosesnya untuk sampai menjadi tepung diperlukan pengeringan, penyosohan, pemisahan, penepungan dan pengayakan.
Dari adonan tepung inilah hotong baru bisa dikembangkan menjadi mi dan berbagai macam kue. Cara pembuatannya pun seperti menggunakan tepung biasa pada umumnya.
Ia mengatakan hotong memiliki kandungan gizi yang baik untuk dikonsumsi dengan kandungan karbohidrat 84,2 persen, protein 10,7 persen, lemak 3,3 persen, serat kasar 1,4 persen.

“Hotong mudah ditumbuhkan dimana saja, dan kami sudah membuktikan itu. Ketika pangan lain berkurang maka kita bisa mengambil hotong sebagai pangan lokal,” kata dia.
Selama ini, budidaya tanaman hotong hanya dilakukan secara terbatas oleh masyarakat di Pulau Buru, Maluku. Oleh sebab itu kata dia, hotong perlu dikembangkan secara masif lantaran tumbuhan ini sangat efisien terhadap air.
“Jadi walaupun matahari terik panas, kondisi air tanah sedikit, hotong tetap mampu bertumbuh, Masyarakat setempat juga perlu diedukasi bagaimana mengolah hotong agar memiliki nilai ekonomi," katanya.