Ambon (ANTARA) - Tradisi adat mewarnai ritual hubungan persaudaraan Panas Gandong (saudara) antara dua negeri yakni Rutong di Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon dan Rumahkay di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Prosesi adat diawali dengan ritual di Baileo Negeri Rutong Somolopu Mariri Wai" (Angkat Parang, Merebut, Kembali), tempat para tetua adat dan masyarakat berkumpul untuk memohon restu leluhur, kata Raja Negeri Rutong Reza Valdo Maspaitella, di Rumahkay, Senin.
Prosesi adat keberangkatan anak negeri ke Rumahkay dilanjutkan dengan ritual adat di atas arumbai (kapal) untuk penyambutan Gandong adik Negeri Rutong, di Rajuno Hatupory, menggunakan kapata (bahasa tanah).
Dilanjutkan dengan pengiringan Gandong ke Baileo (balai adat) diiringi nyanyian adat dan kapata, ritual adat di Baleo dan syukuran di gereja.
Dalam perjalanan menuju Negeri Rumahkay, rombongan membawa bekal dari Megeri Rutong, yang dipikul atau "keku" oleh "Mama-Mama Mata Ina".
Tindakan ini melambangkan semangat kebersamaan dan keberkahan dalam hubungan Gandong antara kedua negeri.
Raja Negeri Rutong Reza Valdo Maspaitella mengatakan, Panas Gandong bukan sekadar tradisi, tetapi juga manifestasi nyata dari nilai persaudaraan dan solidaritas yang diwariskan turun-temurun di Maluku khususnya di Negeri Rutong dan Rumahkay.
“Kami sangat berterima kasih pak Gubernur dan Wagub bisa hadir di Rumahkay untuk melaksanakan ritual adat negeri Gandong kakak dan ade, kehormatan besar bagi kami negeri adat atas kehadiran pemimpin daerah untuk melihat negeri adat,” katanya,
Ketua panitia Panas Gandong Negeri Rumahkay, Timotius Akerina menambahkan, kegiatan Panas Gandong berlangsung selama empat hari, 18-21 Maret 2025, dengan rangkaian kegiatan dimulai dengan penjemputan adat rombongan Gandong adik di pantai oleh Amanupui.
Dilanjutkan pameran dan pagelaran seni, kerja bakti, jamuan makan bersama, malam donci dan dendang (berdendang), dan persiapan kembali ke Negeri Rutong.
Hubungan Gandong antara kedua Negeri adat ini bermula dari kedatangan moyang dari negeri Rumahkay yakni Kakerissa, Corputty dan Atapary ke Negeri Rutong mengarungi laut menggunakan Gosepa (rakit) berabad-abad lampau.
Sewaktu Gosepa mendekati pantai Rutong, yaitu berada di kolam Sapaloa, Kakerissa yang berada di buritan berseru kepada Corputty di haluan “mai lo rua ka tela urete” yang artinya “mari kita singgah di tanah ini.”
Setibanya kedua bersaudara dan Atapary di Pantai Rutong, tepatnya di labuhan besar Rajuno Hatupory, Kakerissa berganti nama menjadi Maikatela, kemudian berubah menjadi Maspaitella, berasal dari kalimat “mai ka tela” yang berarti “mari kita ke darat”.
Sedangkan Corputty berganti nama menjadi Talahatu, yang berasal dari kalimat “tala hatu na”, artinya “tendang batu sauh”. Atapary, kemudian menjelma menjadi Telapary di Rutong.