Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) mendorong partai politik (parpol) memiliki perencanaan kaderisasi sejak awal dengan membuat cetak biru (blueprint) dalam menghadapi pemilu anggota legislatif dan pilkada yang pelaksanaannya kemungkinan dalam waktu berdekatan.
Ihwal tersebut merupakan pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Nomor 176/PUU-XXII/2024 terkait uji materi Pasal 426 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai ketentuan penggantian calon anggota legislatif (caleg) terpilih karena mengundurkan diri.
"Mahkamah memandang peran partai politik sangat besar dan sentral dalam menentukan kepemimpinan di tingkat nasional dan daerah, baik pada ranah legislatif maupun eksekutif," kata Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam sidang pengucapan putusan di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, Mahkamah mendorong setiap parpol untuk sejak awal memiliki perencanaan kaderisasi yang baik.
Perencanaan tersebut, kata Arsul, idealnya berisi gambaran kader atau figur yang akan diusulkan menjadi caleg dan calon kepala maupun wakil kepala daerah. Hal ini agar tidak ada lagi penggantian caleg terpilih dengan mengorbankan suara dan kepercayaan pemilih karena caleg terpilih tersebut mundur demi berkontestasi dalam pilkada.
Arsul menjelaskan bahwa parpol memiliki posisi penting dan strategis dalam pemilu karena menjembatani pencalonan pemimpin tingkat nasional, daerah, maupun kandidat wakil rakyat.
Parpol ikut membentuk dan mengatur tatanan sistem bernegara dan pemerintahan. Selain itu, parpol memiliki kedudukan dan peran penting dalam kehidupan demokrasi karena dapat diposisikan sebagai penghubung antara negara dan warga negara.
Dalam kaitannya dengan pemilu sistem proporsional terbuka, peran serta parpol diwujudkan dengan mengajukan daftar caleg. Menurut MK, relasi antara parpol dan caleg bersifat simbiosis mutualistis yang tidak seharusnya mengorbankan suara pemilih semata-mata untuk kepentingan caleg terpilih maupun kepentingan parpol.
"Untuk itulah, sejak awal penjaringan caleg yang diikuti dengan penyusunan daftar calon sementara, kemudian penyusunan daftar calon tetap, partai politik seyogianya memiliki strategi politik yang menghitung dan mempertimbangkan penghargaan terhadap suara rakyat yang menjadi pemilih," kata Arsul.
Mahkamah menyatakan bahwa parpol perlu memilah dan memilih kader, figur, atau tokoh yang dianggap cocok menduduki jabatan legislatif maupun jabatan eksekutif di tingkat daerah. Dengan demikian, mereka yang dipersiapkan sebagai caleg seharusnya berbeda dengan yang dipersiapkan sebagai calon kepala/wakil kepala daerah.
"Kader atau figur yang sebetulnya berkeinginan menjadi calon kepala daerah, tetapi tetap diajukan sebagai caleg hanya akan menggunakan partai politik atau gabungan partai politik sebagai kendaraan politik untuk mewujudkan cita-cita menjadi calon kepala daerah tanpa mempedulikan suara pemilih," ucap Arsul.
Pada perkara ini, Mahkamah memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Mereka yang sebagai pemohon ialah tiga mahasiswa Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung, Jawa Timur, yakni Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Adinia Ulva Maharani.
MK menyatakan Pasal 426 ayat (1) huruf b UU Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Mengundurkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum".
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MK dorong parpol miliki perencanaan kaderisasi sejak awal