Kedatangan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti ke Ambon pada pekan kedua Desember 2014 semula membersitkan harapan akan terwujudnya keinginan menjadikan wilayah laut Provinsi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN).
Apa daya, asa itu ternyata masih tetap tersisa sebagai keinginan.
Sejak presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono menolak mencanangkan laut Maluku sebagai LIN, saat dia hadir di Kota Ambon untuk meresmikan kegiatan bahari Sail Banda 2010, berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah provinsi untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Paling akhir, Gubernur Said Assagaff pada beberapa bulan lalu menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ditindaklanjuti dengan mereformulasi konsep lumbung ikan itu sendiri.
Menteri Susi saat berada di Ambon hanya mengeluarkan kata-kata pujian bahwa Laut Maluku menyimpan potensi perikanan tiada banding di seluruh wilayah laut Indonesia, tanpa sedikit pun menyinggung atau mengungkap penetapan Lumbung Ikan Nasional.
Menteri juga menegaskan perlunya pembatasan kegiatan penangkapan (moratorium) untuk menjaga potensi perikanan Maluku yang diakuinya sebagai sangat melimpah. Akan tetapi, bukan tidak mungkin terkuras habis bila salah kelola.
Hal serupa diungkapkan Prof. Dr. Jacobus Mose, pakar budi daya perikanan dari Universitas Pattimura yang menyatakan nelayan Maluku masih berperilaku pemburu dan enggan melakukan budi daya.
Dari sisi perlindungan kekayaan laut Maluku (juga nasional), kebijakan penenggelaman kapal asing yang mencuri ikan tentu merupakan sesuatu yang sangat menjanjikan. Apalagi, menurut Menteri, ulah para pencuri itu membuat Indonesia setiap tahun mengalami kerugian Rp300 triliun.
Di Ambon sendiri, dua kapal ikan asing yang telah divonis bersalah oleh pengadilan ditenggelamkan dengan cara diledakkan di perairan Pantai Amahusu, Teluk Ambon.
Satu hal yang pasti, hingga saat ini rakyat Maluku belum sejahtera dari hasil lautnya, yang disebut-sebut sebagai kontributor terbesar pendapatan nasional dari sektor perikanan.
Faktanya, Maluku masih berada di posisi lima besar bersama Papua, Papua Barat, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi termiskin di Tanah Air.
Satu hal yang menjadi catatan, konsep Laut Maluku sebagai LIN sampai saat ini belum diketahui oleh masyarakat Maluku itu sendiri secara keseluruhan.
Karenanya, bila LIN adalah keinginan rakyat Maluku, pemerintah provinsi perlu mempublikasikan dan menyosialisasikannya agar berbagai komponen dalam masyarakat di daerah ini bisa memberikan dukungan untuk mewujudkannya.
Migas Blok Masela
Hal lain yang masih diperjuangkan Pemerintah Provinsi Maluku adalah mendapatkan hak kepesertaan (participating interest) dalam pengelolaan kandungan minyak dan gas bumi di Blok Masela, Maluku Tenggara Barat.
Kabar paling akhir menyatakan bahwa keinginan itu sudah sampai di Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia.
Pemerintah Provinsi Maluku sendiri menyatakan kesiapan, termasuk untuk mengucurkan modal sebesar Rp14 triliun. Angka ini merupakan kalkulasi sederhana, yakni 10 persen dari total investasi sebesar Rp140 triliun berdasarkan hitungan INPEX, perusahaan internasional yang memegang hak utama pengelolaan kandungan migas Blok Masela.
"Banyak investor yang berminat menanamkan modalnya," kata Gubernur Said Assagaff.
Kendati demikian, hingga pekan terakhir Desember 2014 belum ada perkembangan atau informasi terbaru mengenai harapan itu.
Berbicara mengenai kepesertaan (PI) 10 persen mengelola migas Blok Masela, Provinsi Maluku memiliki hak tersebut sebagaimana diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2004, yakni kontraktor utama (INPEX) wajib menawarkannya kepada BUMD daerah penghasil (Maluku) setelah ada rekomendasi dari SKK Migas.
Meskipun demikian, UU Pemerintahan Daerah menyatakan kewenangan mengelola wilayah laut terbatas pada jarak 12 mil dari garis pantai untuk pemerintah provinsi, dan 3 mil dari garis pantai untuk pemerintah kabupaten/kota.
Aturan hukum dalam UU itulah yang dijadikan alasan oleh SKK Migas untuk tidak mengeluarkan rekomendasi, karena Blok Masela terletak pada jarak sekira 75 mil lepas pantai Maluku.
Keinginan untuk mendapatkan PI 10 persen di Blok Masela mencuat ke permukaan setelah presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan pernyataan bahwa Maluku akan mendapatkannya. Hal itu dikemukakan Susilo Bambang Yudhoyono pada saat memberi sambutan pada peresmian patung pahlawan nasional Johannis Leimena di kawasan Poka, Kota Ambon, pada tahun 2012.
Dengan hak kepesertaan tersebut, Maluku diperkirakan akan mendapatkan pemasukan sebesar Rp40 triliun.