Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Achmadi memaparkan enam isu krusial terkait substansi perlindungan saksi dan korban yang perlu diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
"Setidaknya ada enam isu yang akan kami sampaikan substansi perlindungan saksi dan korban yang perlu diatur dalam RKUHAP," kata Achmadi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama LPSK dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Pertama, kata dia, fungsi perlindungan saksi dan korban sebagai subsistem peradilan pidana yang perlu diatur dalam RUU KUHAP.
Kedua, lanjut dia, hak-hak yang dimiliki oleh saksi dan korban tindak pidana perlu diatur pula dalam RUU KUHAP.
Menurut dia, belum sepenuhnya hak-hak saksi dan korban yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban diadopsi atau sepenuhnya dalam draf RUU KUHAP.
"Oleh karena itu, masukan kami adalah norma terkait hak saksi dan korban dalam RKUHAP yang ada perlu dilengkapi dengan penambahan-penambahan hak saksi dan korban yang belum diatur," ucapnya.
Achmadi kemudian melanjutkan bahwa isu krusial ketiga yang perlu diatur dalam RUU KUHAP ialah perlunya RUU KUHAP mengatur hukum acara penyampaian pernyataan atas dampak kejahatan yang dialami oleh korban (victim impact statement/VIS).
Adapun, isu krusial lainnya menyangkut perlindungan saksi dan korban yang perlu diatur dalam RUU KUHAP yaitu mekanisme atau hukum acara terkait restitusi, pengaturan terkait saksi pelaku (justice collaborator), serta konsep dana pemulihan korban kejahatan.
Menurut dia, isu-isu di atas disampaikannya sebagai masukan dalam penyusunan RUU KUHAP sebab KUHAP yang eksisting selama ini lebih berorientasi kepada tersangka maupun terdakwa, dan kurang memberikan perhatian terhadap perlindungan korban.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LPSK: Enam isu perlindungan saksi-korban perlu diatur dalam RUU KUHAP