Ternate (ANTARA) - Makan Saro merupakan ritual adat yang kerap ditemui pada acara perkawinan masyarakat Maluku Utara (Malut) khususnya Ternate
. Penyajian Makan Saro umumnya terdiri dari nasi kuning, bubur srikaya, ketupat, jaha, ikan dan terung, ikan dan lainnya sebagai penghormatan antara keluarga.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementeria Hukum (Kemenkum) Malut, Budi Argap Situngkir dalam keterangannya menyampaikan makan saro telah tercatat pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum sebagai kekayaan intelektual komunal (KIK) kategori ekspresi budaya tradisional atas permohonan pencatatan dari Pemerintah Kota Ternate.
“Ekspresi budaya tradisional ialah segala bentuk ungkapan karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau kombinasi keduanya, yang menunjukkan keberadaan suatu budaya tradisional dan diwariskan secara komunal dari satu generasi ke generasi lainnya,” ujar Argap.
Seperti tari, seni, kerajinan tangan, narasi, dan ekspresi artistik lainnya yang merefleksikan identitas dan nilai-nilai suatu masyarakat. Sementara Makan Saro masuk kategori ritual upacara adat.
“Salah satu manfaat pencatatan kekayaan intelektual komunal seperti ekspresi budaya tradisional yaitu agar tidak diklaim daerah lain. Selain itu dapat memberikan manfaat bagi pariwisata, ekonomi masyarakat, dan pelestarian budaya tradisional secara turun temurun,” ujarnya.
Untuk itu, ia meminta pemerintah daerah, dan masyarakat untuk dapat bersinergi mendorong pelindungan KIK melalui pencatatan pada DJKI Kemenkum, atau dapat berkoordinasi bersama Kemenkum Malut.
Tujuannya mengidentifikasi potensi kekayaan intelektual komunal di Malut seperti ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, potensi indikasi geografis, sumber daya genetik, dan ragam potensi lainnya untuk dilindungi dan diberdayakan bagi kepentingan masyarakat.
