Ambon, 24/5 (Antara Maluku) - Kejaksaan Tinggi Maluku mengeksekusi mantan Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Bastian Mainassy ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nania Ambon untuk menjalani masa hukuman lima tahun sesuai putusan majelis hakim tipikor Pengadilan Negeri Ambon 13 Mei 2016.
"Terdakwa sudah dijatuhi hukuman lima tahun penjara oleh majelis hakim tipikor dan tidak melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Ambon setelah lewat tujuh hari dari penjatuhan vonis," kata Kasie Penkum dan Humas Kejati setempat, Sammy Sapulette di Ambon, Selasa.
Bastian Maianassy dijatuhi hukuman penjara karena terbukti melanggar pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi oleh majelis hakim tipikor yang diketuai R.A Didi Ismiatun.
Bastian yang sekarang menjabat Kadis Pariwisata Maluku ini juga dihukum membayar denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan kurungan.
Pada tahun anggaran 2013, DKP Maluku mendapatkan anggaran pembangunan kapal penangkap ikan ukuran 30 GT senilai Rp6 miliar lebih yang bersumber dari DAK dan DAU serta dana Rp3 miliar lebih untuk pengadaan kapal ikan 15 GT masing-masing sebanyak lima unit.
Bastian saat itu menjabat Kadis DKP Maluku merangkap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) maupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kemudian PT Satum Manunggal Abadi memenangkan proyek pengadaan kapal 30 GT dan Benjamin Sutrahitu memenangkan pengadaan kapal 15 GT.
Namun hingga masa kontrak kerja berakhir, proyek tersebut tidak rampung karena ada kekurangan peralatan atau item-item kapal dan ada kelebihan pembayaran oleh negara namun negara justru tidak mendapatkan barang sesuai kontrak.
Sebagai kadis, terdakwa memiliki tanggungjawab secara keseluruhan terhadap segala sesuatu yang merupakan program DKP provinsi yang mengamanatkan kepercayaan rakyat Maluku tetapi terdakwa mengingkari kewajibannya pada masyarakat berupa pengadaan kapal tidak mencapai sasaran pemberdayaan nelayan.
Beberapa kapal bahkan diberikan kepada saudara terdakwa Samuel Mainassy seperti kapal ikan mina 75 ukuran 30 GT dan kapal itu bukan dikelola nelayan melainkan disewakan kepada pengusaha asing.
Sama halnya dengan kapal berbobot 15 GT ternyata ada dua unit yang harusnya diserahkan ke kelompok usaha perikanan di Seram Bagian Barat tetapi realisasinya kepada pihak lain.
Kekurangan pada pengadaan kapal sesuai hasil penghitungan ahli dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon dan perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP RI Perwakilan Maluku untuk kapal ikan 15 GT sebesar Rp462,082 juta dan kapal ukuran 30 GT terdapat kerugian sebesar Rp764,402 juta berupa kekurangan kelengkapan kapal dan material bahan kapal.
Kapal-kapal ini juga bukan dikerjakan oleh kontraktor yang memenangkan proses lelang/tender proyek namun kembali disub-kontrakkan kepada pihak lain, seperti kapal 15 GT harusnya dikerjakan oleh Benjamin Sutrahitu namun disub-kontrakkan kepada Suratno Ramly dan Suratno kembali memberikannya kepada Franco Baimury, sedangkan kapal 30 GT dilimpahkan terdakwa Satum sebagian kepada Stenly Persouw sehingga hal ini tidak bisa dibenarkan.
Menurut Sammy, proses eksekusi mantan Kadis DKP Maluku ini juga bertepatan dengan penyerahan berkas tahap kedua kasus dugaan korupsi bantuan peralatan perikanan berupa pancing tonda tahun anggaran 2011 dari penyidik Reskrimsus Polda Maluku ke kejaksaan.
"Meski sudah menjadi terpidana kasus korupsi pengadaan lima unit kapal penangkap ikan 30 GT serta lima unit kapal 15 GT, Bastian masih menjadi tersangka kasus dugaan korupsi anggaran pengadaan pancing tonda dan status tersebut sudah ditetapkan sejak tahun 2014 lalu," katanya.