Ambon, 9/2 (Antara Maluku) - Ketua DPD RI Ketua DPD RI Mohammad Saleh mengatakan, praktek kolonialisme membunuh budaya hidup bangsa Indonesia dan budaya pesisir sehingga beralih ke budaya daratan dari bangsa pelaut menjadi bangsa agraris.
"Sesuai hasil penelitian sejarah, pudarnya budaya maritim nusantara terjadi sejak pemerintah kolonial Belanda menerapkan kultur stelsel sejak abad IXX," kata Mohammad Saleh di Ambon, Rabu.
Langkah awal mengembalikan budaya maritim bangsa Indonesia ditandai deklarasi Juanda 13 Desember 1957.
Sehingga DPD RI mengambil inisitif menggagas penyusunan RUU kelautan yang telah berhasil menjadi Undang-Undang nomor 32 tahun 2014.
UU ini sudah diimplementasikan oleh pemerintah sebagai dasar legalisasi dalam pengaturan pengelolaan sumberdaya kelautan karena mempunyai ruang lingkup yang sudah mencakup seluruh aspek kelautan dan kemaritiman.
"Kami di DPD mempunyai keyakinan penuh bahwa laut adalah kekuatan dan potensi masa depan negara kita untuk membangun bangsa hingga dapat kembali menjadi negara maritim," ujarnya.
Keyakinan tersebut didukung fakta-fakta dan fisik negara Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau tersebar dari Sabang sampai Merauke serta Miangas sampai Pulau Rote.
Indonesia juga memliki luas wilayah kelautan 5,18 juta kilo meter persegi, terdiri dari 1,92 juta Km2 (37,9 persen) daratan dan 3,25 juta Km2 (62,85 persen) adalah lautan.
Total panjang pantai Indonesia 95 ribu Km atau menempati urutan keempat di dunia setelah Kanada, Amerika Serikat, dan Rusia.
Ditinjau dari geopolitik dan geostrategis, Indonesia terletak antara benua Asia dan Australia serta samudera Hindia dan Pasifik yang merupakan kawasan strategis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi maupun politik.
Posisi strategis ini menempatkan Indonesia memiliki keunggulan sekaligus ketergantungan yang tinggi terhadap bidang kelautan sehingga sektor maritim dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasional ke depan.
"Sangat strategislah sektor maritim ini maka DPD RI pada prolegnas 2017 menjadikan RUU tentang penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kepulauan sebagai RUU inisiasif DPD," kata Mohammad Saleh.
Sebelumnya di tahun 2015 DPD juga mengajukan RUU wawasan nusantara sebagai unsur inisiatif yang akan dibahas secara triparti oleh pemerintah bersama DPR-RI dan DPD RI.
Landasan penting RUU penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kepulauan didasarkan bahwa penyelenggaraan pemerintah daerah dengan karakteristik kepulauan memiliki masalah peran pemerintahan yang berbeda dengan wilayah daratan.
Karena wilayah laut yang dominan menyebabkan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepulauan harus memperoleh perhatian serius pemerintah pusat dan memiliki model pemerintahan berbeda berdasarkan karakteristik kepulauannya.
Dikatakan, UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah secara eksplisit telah mengatur ketentuan bahwa propinsi dengan berciri kepulauan mempunyai kewenangan mengelola sumberdaya alam di wilayah laut, baik bersifat atributik maupun tugas pembantuan.
Namun pengaturan ini dalam konteks ekonomi masih bersifat pembagian urusan pemerintahan yang belum memposisikan daerah dengan ciri kepulauan.