Ambon, 31/8 (Antara Maluku) - Majelis hakim Pengadilan Negeri(PN) Ambon mengadili Hendarto Nau, Muhammad Ibrahim Syahrulah, dan La Anto, terdakwa pengolah baru cinabar menjadi air raksa karena diduga tidak mengantongi izin resmi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ketua majelis hakim PN Ambon, Mathius didampingi Hamzah Khailul dan R.A Didi Ismiatun selaku hakim anggota membuka persidangan di Ambon, Kamis, dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum(JPU) Kejari Ambon, Lilia Heluth dan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.
JPU menjerat para terdakwa dengan pasal 158 Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan.
Para terdakwa awalnya diringkus aparat Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease bersama Denintel Kodam XVI/Pattimura Ambon pada April 2017 ketika sedang melakukan aktivitas penyulingan air raksa di dusun Ahuru, desa Batumerah, kecamatan Sirimau (Kota Ambon).
Bahan baku pembuatan air raksa berupa batu cinabar ini dipasok dari kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) melalui akses laut dan dibawa ke salah satu rumah warga di dusun Ahuru kemudian diproses menjadi air raksa.
Sandra Labobar dari Dinas ESDM Provinsi Maluku yang dihadirkan JPU sebagai saksi dalam persidangan menjelaskan, proses penyulingan air raksa dengan menggunakan bahan dasar batu cinabar sangatlah berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sehingga proses penyulingannya tidak bisa dikerjakan dengan bebas oleh masyarakat biasa karena penguapan yang terjadi bisa berakibat fatal dan harus ada izin resmi dari pemerintah.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan masih dengan agneda pemeriksaan saksi.