Ambon, 18/12 (ANTARA News) - Majelis Hakim Tipikor Pengadian Negeri Ambon menggelar sidang perdana kasus dugaan suap Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat dengan terdakwa Anthony Liando.
Ketua Majelis Hakim Tipikor, Pasti Tarigan membuka persidangan di Ambon, Selasa, dengan agenda mendengarkan pembacaan surat dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Gina Saraswati dan Darmian.
Lima anggota majelis hakim yang diketuai Pasti Tarigan ini adalah Jenny Tulak, Felix Ronny Wusian (hakim karier) serta dua hakim adhoc tipikor masing-masing Bernard Panjaitan dan Jefry Yefta Sinaga.
JPU dalam dakwaannya setebal 11 halaman menjelaskan pada awal 2016, terdakwa selaku pemilik Toko Angin Timur yang menjual material bahan bangunan dan salah satu wajib pajak di wilayah KPP Pratama Ambon menemui La Masikamba.
La Masikamba adalah Kepala KPP Pratama Ambon yang berkasnya belum diserahkan kepada hakim Tipikor Ambon.
Pada Juni 2016, terdakwa Sulimin Ratmin selaku supervisor atau pemeriksa pajak KPP Pratama Ambon menawarkan akan memberikan sejumlah uang jika Sulimin membutuhkan.
"Dalam pertemuan tersebut, terdakwa juga menyampaikan agar La Masikamba dan Sulimin Ratmin tidak mempersulit pelaporan pajak dan menetapkan jumlah kewajiban pembayaran pajak," jelas JPU.
Penetapan ini dilakukan di bawah nilai pajak sebenarnya dengan cara menerima laporan pajak terdakwa tahun 2016 sebagai laporan pajak non pengusaha kena pajak (Non PKP), meski pun sebenarnya terdakwa merupakan pengusaha kena pajak (PKP).
Menindaklanjuti pertemuan dimaksud, pada tanggal 10 Agustus 2016 terdakwa memberikan uang kepada La Masikamba sejumlah Rp550 juta melalui rekening Bank Mandiri nomor 1520015265693 atas nama Muhammad Said.
"Selain itu terdakwa juga memberikan uang kepada La Masikamba secara tunai sejumlah Rp100 juta," kata JPU.
Setelah adanya pemberian uang tersebut atas pelaporan pajak terdakwa tahun 2016, La Masikamba tidak memberikan imbauan kepada terdakwa untuk membayar pajak sebagai PKP.
Bahkan tidak melakukan pemeriksaan pelaporan pajak penghasilan (PPh) terdakwa tahun 2016 yang hanya berjumlah Rp44,747 juta.
Padahal seharusnya terdakwa membayar pajak melebihi jumlah tersebut karena omzet penjualannya melebihi Rp4,8 miliar.
Atas pelaporan pajak tersebut selanjutnya Dirjen Pajak melakukan analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan mengeluarkan surat nomor S-00424/PJ.04/ RIK.SIS/2018 tanggal 17 April 2018.
Surat itu tersebut berisi instruksi melakukan pemeriksaan khusus terhadap 13 wajib pajak di wilayah KPP Pratama Ambon, termasuk diantaraanya adalah terdakwa.
Berdasarkan surat tersebut, pada 15 Agustus 2018 La Masikamba menandatangani kertas kerja pemeriksaan yang berisikan data awal dan rencana pemeriksaan yang akan dilakukan tim pemeriksa.
Pada 21 Agustus 2018, terdakwa mendapatkan informasi dari Sulimin Ratmin bahwa terdakwa merupakan salah satu wajib pajak yang akan mendapat pemeriksaan khusus atas pembayaran pajak tahun 2016.
Sehingga terdakwa beberapa kali menghubungi La Masikamba dan menyampaikan kekhawatirannya diminta data-data penjualan dan rekening bank oleh pemeriksa pajak.
Namun La Masikamba menganjurkan terdakwa agar tidak perlu khawatir karena yang melakukan pemeriksaan adalah Sulimin Ratmin.
La Masikamba juga mengatakan tidak akan mempersulit terdakwa karena dia adalah orang yang berwenang membuat keputusan final mengenai besaran pajak yang akan dikenakan terhadap wajib pajak.
Kemudian 28 Agustus 2018, terdakwa menerima surat panggilan dari tim pemeriksa pajak untuk dilakukan pemeriksaan khusus pada 4 September 2018 berdasarkan surat perintah pemeriksaan nomor Prin-0000296/ WPJ.18//KP0105/RIK.SIS/2018 tanggal 27 Agustus 2018.
Pemeriksaan tersebut dilakukan tim pemeriksa dipimpin Sulimin selaku supervisor pemeriksa pajak.
Tanggal 29 Agustus 2018, terdakwa meminta bantuan Sulimin untuk tidak melakukan pemeriksaan secara mendalam atas laporan pajak terdakwa tahun 2016.
Atas permintaan itu, Sulimin menyanggupinya dan mengarahkan terdakwa untuk memberikan data-data keuangan kepada Sulimin terlebih dahulu.
Kemudian tanggal 7 Sepetember 2018, atas permintaan terdakwa maka Sulimin memerintahkan Didat Ardimas Mustafa, Lutfi Agus Faizal, dan Rahman Triadi Putra, selaku tim pemeriksa pajak.
Mereka ditugasi menghitung kembali nilai kewajiban pembayaran pajak terdakwa tahun 2016 dengan menggunakan metode penghitungan PPh final satu persen.
Agar nilai pajak kurang bayar yang ditetapkan menjadi sekitar Rp1 miliar dan atas perintah Sulimin, Didat Ardimas Mustafa menyanggupinya.
Malam harinya terdakwa melaporkan kepada Sulimin bahwa Didat Ardimas bersedia menghitung kembali agar hasilnya seminimal mungkin.
Laporan tersebut kemudian Sulimin meminta fee kepada terdakwa untuk La Masikamba yang berwenang menyetujui dan menandatangani hasil pemeriksaan yang akan menjadi dasar penetapan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) tahun 2016.
Tanggal 20 September 2018 terdakwa mendapat informasi dari Didat Ardimas melalui Elys Luther bahwa tim pemeriksa akan membuat nilai pajak final yang harus dibayar terdakwa sejumlah Rp1,037 miliar sampai dengan Rp1,2 miliar.
Selanjutnya terdakwa menyampaikan informasi tersebut kepda Sulimin serta membicarakan mengenai teknis pemberian fee kepada La Masikamba.
Kemudian pada tanggal 28 September 2018, terdakwa menelpon Sulimin dan menyatakan uang sejumlah Rp100 juta untuk Sulimin sebagai realisasi fee yang sudah disepakati sebelumnya.
Sulimin juga menerima fee Rp20 juta dari terdakwa untuk diberikan kepada La Masikamba.
Menurut JPU, terdakwa juga menemui La Masikamba untuk menandatangani SKPKB 2016 atas nama terdakwa, dan dia menyiapkan Rp200 juta kepada La Masikamba beserta tim pemeriksa.
Terdakwa menawarkan apakah uang Rp200 juta ini akan ditransfer ke kantor atau diambil di toko terdakwa, namun La Masikamba menyatakan akan mengambil langsung di toko terdakwa.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 UU RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Atas pembacaan dakwaan JPU KPK, tim penasihat hukum terdakwa dikoordinir Johan Kainama menyatakan tidak akan melakukan eksepsi, sehingga majelis hakim menunda persidangan hingga awal Januari 2019 dengan agenda pemeriksaan para saksi.