Saumlaki (ANTARA) - Expert Staff for INPEX Masela, Halida Hatta menyatakan salah satu Program Tanggung Jawab Sosial (TJS) perusahaan itu di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat di kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) adalah pelatihan bagi pengrajin tenun Tanimbar di desa Amdasa, sejak November 2018.
Perusahaan Migas asal Jepang itu melakukan pelatihan tersebut dalam program kolaborasi dan sinergi bersama Bank Indonesia (BI).
Halida menyampaikan hal tersebut saat kegiatan Inagurasi dan penutupan tahap I program pengembangan kain Tenun Tanimbar yang dihadiri oleh perwakilan BI Maluku, Asisten 2 Setda Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten KT dan sejumlah undangan bertempat?di balai desa Amdasa, Selasa.
Sementara belum berproduksi tetapi INPEX selalu berkomitmen untuk bisa mengembangkan terutama masyarakat dimana daerah operasi Inpex Masela. Seperti kita ketahui bahwa itu berada di laut dalam Arafura tetapi wilayah ini adalah wilayah yang diupayakan untuk mengadakan pemberdayaan masyarakat, katanya.
Halida menjelaskan program ini secara khusus merupakan program lanjutan dari program pengembangan Tenun Tanimbar yang telah dirintis INPEX sejak 2013 lalu.
INPEX mengharapkan program pelatihan ini semakin memperkaya dan memperkokoh upaya multi-stakeholders dalam merevitalisasi Tenun Tanimbar, baik sebagai budaya lokal maupun aktivitas ekonomi kreatif masyarakat di Kepulauan Tanimbar.
Sementara Bagi Bank Indonesia, menurut Halida, program ini merupakan bentuk dari program Local Economic Development (LED) Kantor Perwakilan Maluku (KPw) dalam rangka untuk menumbuhkan pusat aktivitas ekonomi baru, yang disesuaikan dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah. Diharapkan program ini dapat menjadi salah satu katalis dalam menggerakan pertumbuhan ekonomi lokal.
INPEX dan Bank Indonesia melihat banyak potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari pelatihan tenun, karena tenun ini merupakan pemicu potensi ekonomi baik dari sisi bisnis penjualan tenun itu sendiri, maupun turunannya, seperti bisnis menjahit seragam atau produk-produk fashion lainnya.
Salah satu dari prinsip atau nilai dari INPEX Masela adalah kolaborasi dan disini kami merasa bersyukur bahwa di tahun 2017 telah bisa jalin kerja sama dengan Bank Indonesia.
"Tadi kita dengar bersama bahwa Bank Indonesia itu memang di mana kantor mereka berada ingin untuk membangkitkan dan juga mengembangkan potensi-potensi masyarakat," ujarnya.
Secara umum, tujuan utama dari program ini adalah untuk membantu pemerintah daerah menfokuskan kepada pembinaan kelompok binaan yang diharapkan mampu menjadi pionir dan contoh kelompok tenun yang memiliki daya saing dan motor pertumbuhan industri kreatif di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Informasi lain yang diperoleh dari pihak INPEX, tahap pertama pelatihan ini dilakukan dalam jangka waktu empat bulan dengan fokus melatih kelompok tenun di desa Amdasa untuk fasih menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Pada bulan pertama, kelompok penenun Batlolonar belajar mengenai proses ATBM seperti proses mencucuk, menggunakan alat hanian, kelosan, dan merawat ATBM. Penenun harus fasih dalam proses menggulung benang dengan baik, dan mencucuk benang satu-persatu ke dalam 3600 lubang sisir agar dapat menghasilkan kain dengan kualitas yang baik.
Kekuatan utama pada pelatihan ini adalah penggunaan filosofi Slow Fashion yang saat ini sedang berkembang di dunia. Slow Fashion mengangkat proses alam sebagai dasar pembuatan kain dan perhatian lebih kepada penenun, baik dari sisi pembagian hasil yang adil (Fair Price) dan mengangkat penenun sebagai seorang ahli (Artisan).
Pada bulan kedua, kelompok Tenun Batlolonar belajar mengenai proses pewarnaan alam dengan mengandalkan bahan-bahan yang ada disekitar Desa Amdasa. Untuk sampai saat ini, para penenun berhasil meng-ekstrak tiga warna secara konsisten: Coklat (sisa kayu besi), Kuning (Kunyit), Abu-abu (arang kayu/kelapa).
Proses pewarnaan alam ini merupakan proses yang cukup menyita perhatian khusus, karena harus melewati uji coba sebelum bisa menghasilkan warna yang bagus. Proses ini dimulai dengan diskusi dengan para penenun mengenai jenis-jenis tumbuhan yang selama ini digunakan untuk ekstrak warna.
Lalu dilakukan proses riset untuk melihat potensi laten warna yang diekstrak ke dalam kain. Dalam proses pewarnaan diperlukan zat yang disebut Modran seperti garam. Salah satu keunggulan Desa Amdasa adalah adanya sumber daya air laut untuk menggantikan garam, sehingga proses ini bisa menghilangkan biaya pembelian garam.
Memasuki bulan ketiga pelatihan, para penenun mulai belajar mengkombinasikan sulam dalam kain yang mereka tenun. Disini mereka mulai belajar sistematika tenun sehingga dalam kain yang mereka hasilkan sudah ada motif-motif tenun.
Pada tahap ini mereka juga sudah diperkenalkan dengan teknik Ikat dasar. Pada akhir bulan ketiga, para penenun berhasil mengkombinasikan warna dasar kain dari pewarnaan alam dan menggunakan teknik Ikat, dengan teknik sulam.
Pada pelatihan bulan terakhir, para penenun fokus pada peningkatan kualitas kain yang mereka tenun agar menjadi kain yang layak jual.
Begitu juga dengan kombinasi motif-motif yang mereka sulam di kain harus sesuai dengan desain awal penggunaan kain. Hal yang sangat penting dalam tahap akhir ini adalah bagaimana para penenun bisa merubah konsep berpikir mereka. Yang awalnya mereka menenun kain untuk dijadikan produk, pada tahap ini konsep tersebut dibalik, sehingga mereka sudah tahu mau dijadikan produk apa kain tersebut sebelum ditenun. Hal ini dilakukan agar tenunan bisa dilakukan secara efektif dan efisien.
Dalam tahapan berikutnya, INPEX berencana memfokuskan pelatihan pada peningkatan kemampuan mereka dalam teknik Ikat, sehingga variasi motif-motif yang mereka hasilkan akan menjadi lebih banyak. Sebagai penguat kelompok, akan dilakukan juga pelatihan dalam bidang desain dan pemasaran, sehingga pada akhirnya para penenun bisa mengimplementasikan desain-desain yang laku di pasaran pada kain yang mereka hasilkan.