Ambon (ANTARA) - Upaya eksekusi lahan UD Amin di kawasan Kebun Cengkih, Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Rabu, oleh Pengadilan Negeri Ambon tidak berjalan mulus akibat mendapat perlawanan saniri negeri dan alat berat yang tiba di lokasi mengalami kerusakan.
Juru Sita Kantor PN Ambon, Notje Leasa yang tiba di lokasi bersama puluhan anggota Dalmas Polres Pulau Ambon serta didukung anggota Kodim setempat mulai melakukan rencana eksekusi di atas lahan seluas 5.727 meter persegi dengan mencabut skors tanggal 12 September 2018.
"Dengan dicabutnya skors eksekusi tanggal 12 September tahun lalu maka dilakukan eksekusi lanjutan hari ini secara riil tertanggal 17 Juli 2019 berdasarkan penetapan Ketua PN," katanya.
Namun upaya ini disanggah Saniri Negeri Batumerah yang hadir diantaranya Penjata Kades, F. Masawoy, Ketua Saniri Adat Salim Tahalua, dan Aris selaku Sekretaris Negeri, serta sejumlah warga lainnya.
Salim Tahalua dan warga setempat mempertanyakan siapa yang akan bertanggungjawab terhadap eksekusi berupa pembongkaran bangunan milik UD Amin ini karena persoalannya teah disampaikan ke pemerintah pusat.
Mereka juga menuntut juru sita untuk membuat surat pernyataan siap bertanggungjawab dan harus menunjukkan bukti peta yang menggambarkan lokasi- lokasi mana saja yang akan dieksekusi, terasuk menuntut pihak BPN harus hadir guna menunjukan lokasi eksekusi.
"Sebagai pengusa negeri biarkan saya berbicara dan bapak tidak usah bantah, dan surat dari PN kepada kita juga tidak menunjukan objek di mana, hanya menyebutkan Kebun Cengkeh dan siapa yang akan dieksekusi itu tidak jelas," teriak Salim Tahalua.
Pihak Saniri Neger Batumerah merah mengaku telah membawa persoalan ini ke Komisi Yudisial dan staf Kepresidenan sehingga perkaranya masih dalam pembahasan di sana.
Dari 600 lebih kasus lahan yang ada di Indonesia, 167 kasus diantaranya masuk dalam skala prioritas dan termasuk Negeri Batumerah yang sementara dibahas, tetapi kenapa dipaksakan untuk melakukan eksekusi.
"Saya tidak mencegah dan membatasi pelaksanaan eksekusi, tetapi selaku pemerintah negeri saya harus bicara dan persoalan ini sementara didbahas di pusat," kata Salim Tahaua.
Namun rencana eksekusi tetapi berjalan dimana PN Ambon berkoordinasi dengan PT. (Persero) PLN setempat melakukan pemutusan aliran listrik ke bangunan toko UD Amin, namun lat berat yang sudah tiba di lokasi sejak pukul 14:00 WIT mengalami gangguan mesin sehingga eksekusi kembali diskors hingga esok hari.
Eksekusi lahan seluas 5.72 M2 ini dilakukan atas permohonan Marthen Hentiana setelah memenangkan perkara kasasi di Mahkamah Agung RI atas Nurdin Fatah selaku pemilik UD Amin.
Pelaksanaan eksekusi ini sesuai Surat Perintah PN Ambon nomor 9/Pen.Pdt.Eks 2008 PN Ab, Jo Nomor 76/Pdt.G/2012 PN Ab untuk melakukan eksekusi secara paksa atas putusan PN Ambon 76/Pdt.G/2012 PN Ab tanggal 4 Maret 2013, Jo putusan PT Maluku nomor 22/Pdt/2013/PT Mal tanggal 17 September 2013, Jo putusan Mahkamah Agung RI nomor 523 K/Pdt/2014 tanggal 16 Juli 2014.
Kemudian diperuat lagi dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 305 PK/Pdt/2016, tanggal 03 Agustus 2016.
Disebutkan, sesuai sertifikat hak milik nomor 3414 tertanggal 4 April 1996 yang diterbitkan Kantor Pertanahan kota Ambon adalah sah secara hukum dan merupakan objek sengketa milik Marten Hentiana.
Keputusan MA juga menyatakan bahwa akta jual beli di bawah tangan yang dilakukan antara Nurdin Nurlete selaku Tergugat I dan Nurdin Fatah selaku Tergugat II pada tanggal 1 Oktober 2004 adalah tidak sah dan cacat hukum sehingga harus dibatalkan.
Karena itu, MA juga memerintahkan untuk segera membongkar bangunan serta meninggalkan objek sengketa untuk diserahkan kepada Hentiana.
Nurdin Fatah juga diharuskan mengganti kerugian materil sebesar Rp400 juta, membayar uang paksa sebesar Rp1 juta setiap hari jika lalai melaksanakan putusan PN Ambon, membebankan biaya yang timbul akibat perkara ini kepada Nurlete dan Fatah sebesar Rp 500 ribu.