Ternate (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Utara (Malut) diminta mengarahkan bantuan yang dianggarkan dari APBD dan APBN untuk nelayan yang daerahnya terdampak gempa di Kabupaten Halmahera Selatan(Halsel).
"Warga di 10 kecamatan di Halmahera Selatan yang menjadi daerah terdampak gempa pada 14 Juli lalu umumnya warga pesisir yang berprofesi sebagai nelayan, jadi mereka sangat membutuhkan bantuan," kata pengamat perikanan dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Mahmud Hasan di Ternate, Minggu.
Gempa berkekuatan 7,2 SR pada 14 Juli 2019 memang tidak menimbulkan kerusakan pada sarana penangkapan nelayan setempat, seperti kapal ikan dan bagang, tetapi sejak terjadi gempa mereka tidak melaut sehingga tidak lagi memiliki modal.
Bahkan tidak sedikit nelayan di daerah terdampak gempa itu, menurut dia, tidak lagi memiliki apa-apa karena rumah dan harta bendanya telah luluh lantak akibat gempa, yang semuanya itu harus menjadi pertimbangan bagi DKP untuk memberikan bantuan kepada mereka.
Bantuan yang harus diberikan kepada para nelayan di daerah terdampak gempa di Halmahera Selatan itu di antaranya modal untuk nelayan yang memiliki kapal atau sarana tangkapan lainnya dan kapal bagi nelayan yang selama ini belum memiliki sarana itu.
Mahmud Hasan mengatakan, upaya lain yang harus dilakukan DKP untuk membantu memulihkan ekonomi nelayan di daerah terdampak gempa itu adalah mendorong para pengusaha perikanan untuk menampung hasil tangkapan nelayan dengan harga yang layak.
Upaya itu harus dilakukan karena pengalaman selama ini para nelayan terdampak gempa tersebut hanya menjual hasil tangkapan kepada para tengkulak dengan harga yang murah, bahkan tidak tertutupkemungkinan para tengkulak akan memanfaatkan kesulitan yang dihadapi nelayan akibat gempa untuk membeli hasil tangkapan dengan harga yang lebih murah lagi.
Ia menambahkan, pihak Pertamina juga diminta untuk mengarahkan BBM bersubsidi khususnya solar ke daerah terdampak gempa di Halmahera Selatan agar nelayan setempat tidak kesulitan mendapatkan BBM dengan harga standar untuk melaut.
Nelayan di daerah itu selama ini sering terpaksa membeli BBM dari para pengecer dengan harga tinggi, solar misalnya bisa mencapai Rp8.000 per liter karena pangkalan atau agen yang menjual BBM bersubsidi tidak ada di sekitar mereka.