Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan kondisi ekonomi saat ini berbeda dengan krisis keuangan pada 1997 dan 2008, meski kini sedang terdampak penyebaran wabah Virus Corona baru atau COVID-19.
"Kondisinya sangat-sangat berbeda dengan krisis 2008 apalagi krisis Asia pada 1997," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam jumpa pers melalui streaming di Jakarta, Kamis.
Perry Warjiyo mengatakan pelemahan rupiah terhadap dolar AS saat ini tidak bisa dibandingkan ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada 1997.
"Dulu Rp16.000 turun dari Rp2.500, hampir delapan kali lipat. Rp16.000 sekarang dari Rp13.800, dengan tingkat pelemahan sekitar 12 persen, tapi jauh lebih kecil dari kondisi dulu," ujar Perry Warjiyo.
Menurut dia, situasinya juga tidak bisa disamakan dengan krisis finansial tahun 2008 yang terjadi akibat kolapsnya sistem keuangan di AS dan Eropa.
"Krisis global waktu itu terjadi karena subprime mortgage yang menjadi default, sehingga menyebabkan kepanikan di pasar keuangan AS dan Eropa," ujar Perry Warjiyo.
Ia memastikan kondisi sekarang lebih dipengaruhi oleh kepanikan pasar keuangan global di AS dan Eropa dalam menyikapi pandemi Virus Corona.
"Yang terjadi sekarang pandemi COVID-19, eskalasinya sangat cepat luar biasa di AS dan Eropa. Di Italia jumlah kematian bahkan lebih tinggi dari China," kata Perry Warjiyo.
Namun, kepanikan yang terjadi selama dua minggu terakhir mulai reda, seiring dengan adanya stimulus fiskal dalam jumlah besar dari Amerika Serikat dan Jerman.
"Saya tidak mengatakan ini sudah berakhir, tapi lebih mereda dari minggu lalu," kata Perry.
Perry juga memastikan kondisi perbankan nasional jauh lebih kuat dibandingkan posisi tahun 1997 dan 2008 dengan rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 23 persen dan kredit bermasalah (CAR) 2,5 persen.
"Langkah-langkah kebijakan ekonomi kita juga cukup baik melalui kebijakan fiskal, moneter, dan koordinasi di tingkat KSSK," ujarnya.
BI: Kondisi sekarang berbeda dengan krisis 1997 dan 2008
Kamis, 26 Maret 2020 15:26 WIB