Jakarta (ANTARA) - Kasus pemalsuan identitas terjadi di Kota Ambon, Maluku. Seorang warna negara (WN) Belanda, berinisial GDFM, memalsukan data menjadi WNI dan tercatat di data kependudukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Ambon.
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengecam tindakan tersebut. Ia berharap sanksi tegas diberikan untuk seluruh pelaku pemalsuan data.
"Kasus pemalsuan data WNA menjadi WNI sudah lama dan banyak terjadi. Namun diduga perangkat RT dan RW menutupi masalah ini, dan WNA tersebut merasa sudah betah tinggal di Indonesia dan merasa aman menjadi WNI," tuturnya, Kamis (8/4/2021).
Senator asal Jawa Timur itu pun memberikan apresiasi terhadap tindakan Disdukcapil Kota Ambon kepada WN Belanda berinisial GDFM yang memalsukan identitas.
"Pelaku pemalsuan identitas WNA menjadi WNI harus ungkap. Karena diduga hal ini banyak terjadi dan tidak diungkap secara hukum," pintanya.
Tidak itu saja, Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu juga meminta pelaku yang membantu memalsukan identitas pun harus dikenakan sanksi.
"Pihak-pihak terkait harus menyiapkan sanksi tegas agar menjadi pelajaran bagi petugas pengurus identitas," katanya.
Menurut LaNyalla, umumnya pelaku berani memalsukan data karena sudah lama tinggal di Indonesia.
"Kalau memang mereka mau jadi WNI, ada aturannya, ada kriteria yang harus mereka patuhi. Jadi jangan menempuh langkah ilegal dengan memalsukan data," katanya.
Sebagaimana dilansir dari indonesia.go.id, persoalan Kewarganegaraan Indonesia sendiri diatur dalam UU nomor 12 tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 2 tahun 2007.
Dalam UU tersebut, juga diatur persyaratan bagi WNI yang ingin menjadi WNA, diantaranya telah berumur 18 tahun, telah tinggal di wilayah Indonesia 5 tahun berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dan sejumlah aturan lainnya.(*)