Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia berupaya terus mencari solusi dalam mengatasi berbagai tantangan untuk menarik investasi sektor hulu migas di Indonesia.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan upaya tersebut dilakukan mengingat perkembangan investasi pada sektor hulu migas sejak 2014 hingga sekarang mengalami penurunan meski sejak 2017 cenderung stagnan.
“Tantangan industri hulu migas dan upaya perbaikan yang kami lakukan karena fluktuasi global jadi faktor yang cukup besar dan itu menentukan bagaimana ketertarikan investor masuk investasi di hulu migas,” katanya dalam Rapat Panja Banggar DPR RI di Jakarta, Rabu.
Febrio mengatakan investasi hulu migas untuk mendorong produksi belum tumbuh optimal dan mengalami penurunan dengan pengembangan dan eksplorasi masih minimal dalam beberapa tahun terakhir.
Febrio menuturkan dinamika sektor migas dipengaruhi oleh kondisi eksternal maupun domestik, fluktuasi harga ICP dan penurunan lifting migas.
Ia menjelaskan lifting migas menunjukkan tren menurun selama 10 tahun terakhir karena mengandalkan sumur-sumur tua yang mengalami penurunan produksi secara alamiah dan demand yang tidak tumbuh terlalu tajam.
“Perkembangan PDB untuk sub sektor migas dan panas bumi fluktuasi dan mengikuti tren dari harga global,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia menuturkan pengembangan sektor migas menghadapi tantangan di eksplorasi dan eksploitasi yakni pada tahap eksplorasi jumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah relatif banyak namun belum mampu menghasilkan produksi migas.
Ia menyebutkan cadangan potensial dari 128 basin migas baru 20 yang menghasilkan produksi di antaranya karena kurangnya infrastruktur pendukung.
“Namun memang risiko untuk eksplorasi masih tinggi dan tantangan infrastruktur yang minim,” katanya.
Febrio melanjutkan berbagai tantangan tersebut berpengaruh terhadap penerimaan migas yang cenderung fluktuatif dengan pertumbuhan rata-rata selama periode 2016 sampai 2017 sebesar 16,9 persen.
Di sisi lain, penerimaan migas pada 2020 turun cukup tajam yakni mencapai 44,9 persen sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang menyebabkan permintaan minyak dunia anjlok sehingga menekan harga minyak mentah tersebut.
“Untuk realisasi penerimaan migas sampai April 2021 Rp38,8 triliun ini 32 persen dari APBN 2021,” katanya.
Baca juga: Pemerintah siapkan stimulus percepat proyek hulu migas laut dalam, begini penjelasannya
Baca juga: 2.757 pekerja Chevron jadi pekerja Pertamina, kok bisa?
Pemerintah cari solusi atasi tantangan tarik investasi hulu migas yang stagnan
Rabu, 9 Juni 2021 15:37 WIB