Ambon, 19/3 (Antara Maluku) - Perancang Jimmy Pattiasina menekuni motif dan ciri khas kebudayaan tradisional Maluku dan mengembangkannya menjadi berbagai model pakaian modern.
"Maluku tidak memiliki tradisi membatik, tapi mempunyai bermacam-macam motif dan dengan ciri khas tradisional yang beragam dari berbagai kawasan, ini yang sedang saya tekuni dan kembangkan dalam tiap desain pakaian modern," katanya di Ambon, Minggu.
Lelaki berusia 32 tahun yang menghabiskan sebagian masa kecil hingga remaja di Waisarisa dan Saparua itu mengatakan kecintaannya terhadap motif dan kebudayaan tradisional daerahnya tumbuh berkat sang kakek, Paulus Pattiasina yang membesarkannya dengan berbagai kisah tentang Maluku
Karena kecintaannya tersebut, Jimmy yang mengenyam pendidikan terakhir di Fakultas Theologia Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM), sejak tahun 2011 mantap untuk "banting setir" menjadi perancang pakaian tradisi Maluku.
Hingga kini, sedikitnya ada delapan jenis rancangannya yang telah dipatenkan hak ciptanya, yakni kemeja amboino, baju parang, baju salawaku, baju mata cita, kerah sembilan, lenso merah Maluku, baju motif Maluku, dan jas dengan ciri khas Maluku "the moluccano suite".
"Ada permintaan untuk membuat model yang lain, tapi saya menolak karena hanya fokus pada desain yang berciri khas Maluku. Kami punya Samuel Wattimena dan Oscar Lawalata, tapi belum ada desainer yang memang asli dari Maluku, lahir dan dibesarkan di sini, saya ingin jadi yang pertama," katanya.
Sulung dari dua bersaudara putra pasangan Jopie Pattiasina dan Esterlina Andries yang lahir di Waisarisa, Kabupaten Seram Bagian Barat pada 25 Januari 1984 itu, memasarkan hasil rancangannya melalui jejaring media sosial.
Ia mengaku mendapatkan tanggapan positif dan banyak permintaan, sedikitnya sudah lebih dari 1.000 helai baju rancangannya yang laku terjual.
Saat ini Jimmy juga rutin memamerkan karyanya di galeri yang diberi nama "Workshop 95", diambil dari filosofi tradisional Maluku patasiwa dan patalima.
"Hasil rancangan saya memang masih terbatas, dan harganya juga cukup mahal Rp300.000an ke atas karena semuanya tailor finishing, jadi terkadang harus melalui pemesanan khusus," katanya.
Menggeluti industri ekonomi kreatif, kata dia, tidak boleh setengah-setengah. Kendati masih dengan modal yang terbilang tidak besar, dirinya tetap berupaya maksimal.
Tahun lalu, Jimmy secara khusus diminta oleh pemerintah daerahnya untuk mendesain pakaian bagi 800an orang peserta Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Nasional ke-XI yang digelar di Kota Ambon.