Ambon (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku menyatakan akan melakukan pemindahan atau translokasi seekor buaya liar untuk mengakhiri konflik manusia dengan satwa itu di Desa Efule, Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan (Bursel).
"Sampai saat ini saya sedang menunggu laporan untuk translokasi. Karena memang sumber utamanya itu adalah pakan, jadi kita cari tempat yang memang adalah habitat buaya itu," kata Kepala BKSDA Maluku, Danny H. Pattipeilohy, di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan BKSDA Maluku sudah mendapat laporan adanya konflik manusia dengan buaya tersebut di Desa Efule yang telah terjadi sejak akhir Agustus 2021.
Bahkan dalam video yang tersebar luas di media sosial menunjukkan bahwa buaya tersebut kini sudah ditangkap warga dengan tali. Namun, warga tidak berani mendekat karena satwa liar tersebut masih terlihat ganas meski di lehernya sudah terikat tali yang ujungnya diikat ke pohon.
Menurut dia buaya liar tersebut diperkirakan panjangnya mencapai empat meter dan sering muncul di sungai secara tiba-tiba ketika warga Desa Efule sedang mencuci, mandi dan beraktivitas di sungai.
Menurut dia, buaya tersebut naik ke permukaan karena untuk mencari makan. Karena itu, ia meminta masyarakat harus hati-hati.
"Karena memang sungai itu kebanyakan adalah habitatnya buaya," katanya.
Pihaknya menduga kerap munculnya buaya tersebut hingga meresahkan warga kemungkinan akibat adanya gangguan pada habitat asli satwa tersebut. Secara alami, setiap binatang punya insting berburu di lokasi lain apabila pakan dihabitatnya semakin sulit didapatkan.
"Kenapa (buaya) bisa muncul, itu salah satunya karena pakan. Kalau pakannya tidak terancam tidak ada itu dia bisa naik ke permukaan," katanya.
Menurut dia, buaya tersebut kini sedang dilakukan penanganan oleh tim dari resort BKSDA. Kondisi buaya tersebut secara kasat mata terlihat sehat dan aktif, namun belum bisa dipastikan usia dan jenis kelaminnya.
"Kondisi buaya saat ini sehat, tetapi sementara sedang diikat untuk menjaga kemungkinan jangan sampai lepas," katanya sambil menambahkan pihaknya sedang mencari tempat untuk translokasi buaya itu.
Proses translokasi harus segera dilakukan, lanjutnya, agar buaya itu bisa secepatnya dilepasliarkan. "Supaya kita kesannya tidak menganiaya satwa," ucap Pattipeilohy.
Ia mengimbau kepada masyarakat agar memasang papan informasi atau tanda larangan di tempat yang sering munculnya buaya, agar tidak terjadi lagi konflik dengan satwa itu.
"Jangan sampai ada yang ke sungai, lalu tiba-tiba buaya muncul, lalu nanti ada hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi," demikian Danny H. Pattipeilohy.