Ambon (ANTARA) -
Aktifis gerak bersama perempuan Maluku memaparkan kronologis kejadian kekerasan seksual oleh ayah kandung yang dialami Feren Nurlatu (5 tahun).
"Kami sungguh merasakan duka yang sangat mendalam, hati serasa tercabik-cabik, mendengar kabar meninggalnya Feren , korban kebejatan moral laki-laki yang adalah ayah kandungnya sendiri," kata aktifis gerak bersama perempuan Maluku, Lusi Peilouw, di Ambon, Kamis.
Kronologis berawal minggu kedua Januari 2021, Feren jatuh sakit di rumahnya dan disarankan mantri setempat untuk dibawa ke rumah sakit, tetapi ayahnya menolak, karena takut perbuatannya terbongkar.
Feren pada 18 Januari 2022 dibawa ke RSUD Namrole, Kabupaten Buru Selatan oleh ayah kandungnya, dengan keluhan diare. Ternyata hasil pemeriksaan menunjukan seluruh rongga mulut Feren penuh jamur dan terdapat robekan hebat di vagina dan anus.
Selain itu Feren juga didiagnosa gizi buruk dan anemia.
Pada 28 Januari 2021, kesadaran Feren melemah. Namun, pada 31 Januari 2022, kesadaran Feren balik lagi.
Hanya saja, pada 6 Februari 2022 kondisinya kembali melemah, sehingga dokter yang menangani menduga telah terjadi infeksi di dalam tubuh yang tidak bisa terdeteksi dengan peralatan medis seadanya di rumah sakit tersebut.
Pada 8 Februari 2022 Feren menghembuskan nafas terakhir setelah 22 hari terbaring di RSUD Namrole.
Pihaknya menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada dokter Nita Mairuhu dan semua tenaga medis-non medis pada RSUD Namrole yang telah menangani Feren dengan baik.
Bahkan telah mengambil langkah untuk melakukan pemeriksaan (visum et repertum) terhadap kakak dari Feren, walaupun masih belum ada kemajuan berarti dari penanganan kepolisian, sehingga lengkap informasi tindak kriminal pelaku.
Gerak bersama Perempuan Maluku paparkan kronologi kasus kekerasan, desak proses hukum
Kamis, 10 Februari 2022 13:01 WIB