Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan konsep literasi keagamaan lintas budaya (LKLB) cocok digunakan di tengah kondisi bangsa Indonesia yang majemuk.
"LKLB bukan menolak atau melebur perbedaan menjadi keseragaman, sebaliknya mengelola perbedaan lewat proses evaluasi, komunikasi, dan negosiasi untuk merespons peluang serta tantangan bersama dalam konteks lokal maupun global," kata Edward Omar Sharif Hiariej melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan literasi dalam terminologi tersebut bukan bentuk dari kefasihan atau ketidakpahaman,tetapi literasi yang dimaksud bagaimana seorang manusia mempunyai kerendahan hati untuk mendengarkan, mengamati, memverifikasi, dan terlibat.
Baca juga: Wamenkumham serahkan HAKI untuk karya cipta dosen Unpatti Ambon
Eddy mengatakan LKLB bukan mencampuradukkan agama apalagi sekularisme. Melalui kemahakuasaan Tuhan, literasi itu tidak merendahkan yang lain. Fondasi LKLB adalah multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin.
"Dengar dan amati dengan hati Anda, verifikasi dengan pikiran Anda dan terlibat dengan tangan Anda," ujar dia.
Menurutnya, konsep LKLB mendorong setiap umat beragama untuk memiliki kemampuan memahami diri dan agama sendiri, mengenal agama atau umat lain sebagaimana diri sendiri dan kemampuan bekerja sama dengan lainnya.
Ia mengatakan agama bisa menjadi perekat dan pemersatu namun bukan penyatuan. Pemersatu lebih kepada sikap toleransi ajaran keagamaan sehingga umat beragama harus mengedepankan sikap apresiatif terhadap keragaman (pluralitas).
"Sesama umat beragama harus saling mengenal, tidak saling merendahkan, menghindari buruk sangka, tidak mencari kesalahan orang lain, tidak saling mengejek, dan hidup berdampingan," kata dia.
Baca juga: Wamenkumham Eddy Hiariej sampaikan pembebasan bersyarat eks koruptor sesuai dengan aturan