Ambon (ANTARA) - Gubernur Maluku Murad Ismail mengemukakan perizinan pembangunan di provinsi itu harus berbasis mitigasi agar masyarakat terhindar dari risiko dampak bencana.
"Sesuai arahan presiden, perizinan pembangunan harus berbasis mitigasi untuk mengidentifikasi risiko bencana di daerah masing-masing," ujar Gubernur Maluku yang diwakili oleh Staf Ahli Deny Lilipory dalam Rapat koordinasi teknis (Rakortek) BPBD Maluku 2023 di Ambon, Kamis.
Rakortek tersebut mengusung tema, 'Penguatan Resilince Berkelanjutan Dalam Menghadapi Bencana'.
Ia mengatakan, sebagai provinsi yang berada di daerah rawan bencana, baik bencana yang disebabkan oleh faktor alam dan non alam kejadian bencana di Provinsi Maluku terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Sampai saat ini kita masih banyak kekurangan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Diharapkan kondisi ini tidak melemahkan kita dalam mengidentifikasi, menganalisis dan mengambil tindakan pencegahan dan mitigasi bencana agar dapat mengurangi tingkat risiko suatu bencana," kata dia menjelaskan.
Pasalnya dengan meningkatnya intensitas bencana dan keragamannya, maka perlu upaya penanggulangan bencana yang ditangani secara terencana dan terintegrasi sehingga pengelolaan bencana dapat dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh.
"Dalam penanggulangan bencana perlu dipahami filosofi dari penanggulangan bencana yaitu pengurangan risiko bencana dengan menjauhkan manusia dari bencana, menjauhkan bencana dari manusia dan hidup berdampingan dengan bencana," katanya.
Oleh sebab itu beberapa arahan Presiden Joko Widodo yang harus ditindaklanjuti untuk memprioritaskan kesiagaan dan kewaspadaan masyarakat yakni, pengelolaan tata ruang dan perizinan pembangunan harus berbasis mitigasi, identifikasi resiko bencana di daerah masing-masing.
"Gunakan dana bersama untuk perlindungan masyarakat, sederhanakan aturan untuk mempercepat pelayanan masyarakat, kontrol dengan ketat seluruh upaya penanggulangan bencana," kata dia.
Selain itu dibutuhkan juga penyelenggaraan penanggulangan bencana secara cepat, tepat dan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan dan pelaporan keuangan secara akuntabel sesuai dengan standar akuntansi pemerintah.
Kemudian perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana.
"Sebagaimana amanat undang-undang nomor 24 tahun 2007, agar terus memperkuat kelembagaan BPBD, menyiapkan dan melatih personil yang handal, serta mengalokasikan dan meningkatkan dukungan anggaran yang memadai termasuk dana BTT bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana," tandasnya.
Sebelumnya Pakar Geologi Universitas Pattimura (Unpatti), Ambon, Maluku Dr Robert Hutagalung mengemukakan ilmu pengetahuan mitigasi bencana harus diajarkan sejak dini di sekolah kepada siswa di Maluku.
"Kita harus bersahabat dengan alam, di Maluku ini gempa bumi pasti terjadi karena siklusnya berulang. Oleh sebab itu pelajaran tentang mitigasi bencana harus diterapkan di sekolah-sekolah dimulai dari SD," ujar Robert.
Pasalnya kata Robert, Provinsi Maluku berada tepat pada garis gempa yang membentang dari ujung Sumatera melewati selatan Pulau Jawa, hingga Maluku dan Papua.
Apalagi kata dia pergeseran lempeng Australia secara menunjam ke wilayah perairan Banda di Maluku yang mencapai 11 centimeter per tahun membuat risiko siklus gempa semakin tinggi.
Olehnya itu jika berkaca pada gempa bumi yang terjadi di Maluku pada 2019 dan beberapa pekan lalu, menurutnya ilmu pengetahuan mitigasi bencana bagi masyarakat Maluku dianggap penting agar tak terjadi kepanikan berlebih saat gempa kembali mengguncang.
Untuk itu Hutagalung mengemukakan perlu ada Peraturan daerah (Perda) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) guna memastikan bangunan yang ada di daerah itu aman dan tahan gempa.
"Kita butuh Perda IMB. Selama ini Pemerintah fokus pada pemberian bantuan-bantuan kepada pengungsi atau korban pascagempa di Maluku, namun lupa memanajemen gempa itu sendiri," ucapnya.