Ambon (ANTARA) - Pembina Yayasan JantongHati Maluku, Anna Latuconsina yang juga menjabat anggota DPD RI asal provinsi itu menyebutkan, 99,9 persen pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat dengan korban.
“Kasus yang kita tangani selama ini di Yayasan JantongHati, sebanyak 99,9 persen pelaku kekerasan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban. Seperti guru, ayah, kakek, paman, teman, pacar, dan kakak,” kata Anna Latuconsina, di Ambon, Kamis.
Menurutnya, hal itu terjadi Kebanyakan karena faktor dorongan pemuasan seksual, dan kurangnya religiusitas. Oleh karena itu, ia mendorong Pemerintah Daerah Maluku agar memberi perhatian serius kepada hal ini.
“Maluku perlu ada rumah aman di setiap kabupaten/kota dan juga lapas anak,” pintanya.
Berdasarkan data pada 2022, Yayasan JantongHati telah menangani sebanyak 33 kasus kekerasan seksual di Maluku.
Sementara Dari data Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease di November 2022, ada 126 kasus kekerasan perempuan yang dilaporkan ke kepolisian. Dari laporan itu kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tertinggi.
Data Sistem Informasi Online Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan, jumlah kasus kekerasan di Maluku pada 2022 sejumlah 337 kasus.
Kasus kekerasan perempuan sebanyak 311 dan laki-laki sebanyak 76 kasus. Wilayah di Maluku yang paling tinggi angka kasus kekerasan adalah Kota Ambon sejumlah 199, Kabupaten Buru sebanyak 37 kasus, Kota Tual 33 kasus, Maluku Tenggara Barat, 23 kasus, Maluku Tengah, 13 kasus, Maluku Tenggara, 11 kasus, Seram Bagian Barat, 8 kasus, Kepulauan Aru, 6 kasus, Maluku Barat Daya, 5 kasus, Seram Bagian Timur, 2 kasus, sementara Kabupaten Buru Selatan belum melaporkan jumlah angka kekerasan di daerahnya.
Anggota DPD RI dapil Maluku, itu mengatakan, kekerasan seksual adalah kasus kemanusiaan yang harus menjadi perhatian bersama. Sehingga perlu ditangani dengan melibatkan seluruh sektor dan elemen masyarakat.
“Kekerasan seksual adalah tindakan yang merampas hak hidup dan masa depan perempuan dan anak. Tindakan ini perlu kita lawan bersama dengan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait bentuk, dampak, dan hukuman kekerasan seksual,” katanya menjelaskan.