Ambon (ANTARA) - Fungsi DPRD Maluku sebagai lembaga perwakilan rakyat memperjuangkan hak-hak tenaga kesehatan di RSUD dr. M. Haulussy Ambon untuk mendapatkan pembayaran jasa COVID-19 tahun 2021 hingga kini tidak membuahkan hasil.
"Dari tahun 2022 hingga hari ini kami sudah berulang kali memanggil Direktur RSUD Haulussy dan selalu saja ada berbagai alasan yang disampaikan ke lembaga ini," kata wakil ketua komisi IV DPRD setempat Roviq Akbar Afifudin di Ambon, Selasa.
Padahal anggaran yang bersumber dari Kementerian Kesehatan RI ini sudah disalurkan ke rekening RSUD Haulussy sejak tahun lalu dan seharusnya para nakes telah mendapatkan hak mereka.
Menurut dia, komisi IV memperjuangkan hak nakes karena berulang kali mereka mendatangi gedung DPRD Maluku atau pun menyampaikan surat resmi ke DPRD.
"Direktur RSUD menjelaskan kalau semua sudah beres ketika DPRD bicara berulang kali. Dia menyatakan akan melakukan pembayaran dan masalahnya cuma soal rekening," ucap Roviq.
Kemudian setelah masalah rekening dibereskan, muncul lagi alasan juknis.
"Selanjutnya ada lagi alasan koordinasi dan pemeriksaan Inspektorat namun instansi itu menyatakan tidak ada masalah, jadi kalau bisa kasih lagi alasan BPK, Kejaksaan dan sekalian KPK," tandasnya.
Dikatakan, orang menjadi pemimpin tetapi tidak berani mengambil resiko dan kalau niat baik serta tidak ada persoalan lain maka buat apa ada rasa takut.
"Ini merupakan hak orang (tenaga kesehatan) dari tahun 2021 dan sampai hari ini belum dibayarkan, padahal kita sudah perjuangkan agar nakes bisa menapatkan hak mereka saat memasuki hari-hari besar keagamaan," kata Rovik.
Jadi ini soal kapasitas dan kepemimpinan dimana tidak berani bayar dan Rofiq menduga anggaran itu sudah terpakai untuk hal yang lain seperti pembangunan gedung E berupa ICCU, ruang bedah sentral, serta ICU di RSUD Haulussy yang menggunakan sumber dana APBN tetapi tidak selesai.
Nilai proyeknya sekitar Rp43 miliar yang sudah dihabiskan di sana tetapi fisik bangunannya tidak selesai dan butuh Rp10 miliar lagi dan biasanya diambil dari RSUD.
"Kami menduga kekurangan anggaran Rp10 miliar ini bisa saja diambil dari dana klaim COVID-19 tahun 2021," tandas Rovik.
Makanya diminta kepada komisi mengeluarkan rekomendasi pergantian Direktur RSUD Haulussy karena tidak ada progres sampai hari ini.
Kalau bicara membuat akreditas maka semua orang bisa karena itu merupakan kerja-kerja formal serta normatif dan bukanlah sebuah prestasi.
Sehingga disampaikan kepada pimpinan komisi mengeluarkan rekomendasi menggantikan orang lain sebagai Direktur RSUD karena DPRD sudah melakukan fungsi memperjuangkan hak-hak tenaga kesehatan namun sampai hari ini belum dibayarkan.
Sekalian kejaksaan atau kepolisian masuk untuk melakukan penyelidikan sebab DPRD sudah berulang kali melaksanakan fungsinya namun tidak ada hasil dan nakes yang menjadi korban.