Ambon (ANTARA) - Berdasarkan rilis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sedikitnya 97.563 balita di Maluku berisiko terpapar stunting.
"Kami menyayangkan penanganan stunting di daerah ini belum maksimal dan jumlah balita berisiko terpapar stunting cukup besar, yakni 97.563 balita.
Karena itu, kita coba mengundang mitra-mitra Komisi IV yang secara langsung punya program penanganan penurunan stunting untuk mencari solusi bersama," kata Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson Atapary di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan Dinas Kesehatan Maluku menjelaskan bahwa sebenarnya pemetaan akar masalah sudah jelas, tetapi ada kelemahannya, karena belum terstruktur dan terorganisasi dengan baik, termasuk intervensinya.
"Masing-masing organisasi perangkata daerah (OPD) masih jalan sendiri-sendiri, dan kita lihat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Maluku, dimana program mereka yang secara langsung berkaitan dengan penanganan stunting hanya Rp175 juta," ucap Samson.
Tetapi, ada program yang anggarannya dialokasikan sebesar Rp4 miliar diberikan kepada pengurus PKK provinsi berlabel kegiatan penurunan stunting, namun kalau dijelaskan sangat jauh dari apa yang menjadi kegiatan yang berkaitan langsung dengan penurunan angka stunting.
"Karena sudah dianggarkan, kita minta Dinas PMD yang berkaitan dengan jambore PKK tingkat provinsi fokuskan kepada para isteri kepala desa yang dikoordinasikan dengan BKKBN untuk desa-desa yang locus stunting dan risikonya tinggi didata para isteri kades yang juga Ketua Posyandu," katanya.
Mereka harus diberikan pemahaman dan aspek penanganan stunting secara baik untuk kembali ke desa dan bersama Posyandu melakukan penanganan.
Bila mereka sudah dilatih, pemda memberikan gelar duta parenting tingkat desa kepada mereka.
Sesuai regulasi, wakil gubernur adalah ketua Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS) tingkat provinsi dan wakil ketuanya ada Sekda, Kepala Bappeda, serta PKK.
Tetapi, anggaran penanganan stunting itu lebih banyak diarahkan kepada PKK, sehingga ketua TPPS dan para wakil juga tidak bisa bergerak.
Pada 2022, target penurunan stunting di Maluku sebesar 23 persen dari 28 persen, tetapi realisasinya hanya 26,2 persen.
Tiba-tiba muncul lagi data balita berisiko stunting yang mencapai 97.563, dan itu berarti pada 2022 ke bawah yang penanganannya oleh bunda parenting provinsi gagal.
Oleh karena itu, lewat rapat kerja ini, komisi ingin mengefektifkan kembali TPPS provinsi dan gubernur harus melakukan koordinasi dengan para bupati dan wali kota, berbagai program bantuan yang diberikan, bantuan sembako untuk kelompok berkategori anak stunting.
Sementara itu, Plh Kadis Kesehatan Maluku Meikyal Pontoh mengatakan yang paling berpotensi terkena stunting adalah mereka yang masuk kategori garis kuning, kalau tidak ditangani akan masuk garis merah.
"Kemudian, TPPS menetapkan berbagai program untuk melakukan penanganan agar bayi-bayi ini tidak masuk garis merah lewat pendekatan spesifik oleh Dinkes dan pendekatan sensitif oleh OPD lain yang masuk TPPS," kata Meikyal.
Contohnya, ketersediaan air bersih, perumahan yang layak huni, hingga ketersediaan pangan yang masuk kategori pendekatan sensitif.