Ambon (ANTARA) - Dinas Pertanian Provinsi Maluku mencanangkan percepatan ekspor pertanian berkelanjutan dengan Yayasan Econusa sebagai upaya menyejahterakan masyarakat petani.
“Pertemuan kami hari ini dalam rangka mencanangkan kerja sama dengan EcoNusa, dan Dinas Pertanian Maluku dalam rangka percepatan ekspor pertanian khususnya pertanian berkelanjutan,” kata Kepala Dinas Pertanian Maluku Ilham Tauda, di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan, beberapa tahun terakhir, EcoNusa telah banyak membantu petani di Provinsi Maluku, termasuk untuk pemasaran dan percepatan ekspor dari Maluku.
“EcoNusa telah memaparkan program kegiatannya, dan ini akan kita sinergikan setelah penandatangan kerja sama kita,” ujarnya.
Ilham berharap, melalui program EcoNusa, nantinya akan mendukung program Gubernur Maluku yakni satu desa satu organisasi perangkat daerah (OPD).
“Kami akan kolaborasi dengan EcoNusa untuk pemberdayaan petani di Maluku,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif EcoNusa, Bustar Maitar mengaku senang dapat bersama Dinas Pertanian dan Tim Percepatan Pembangunan Provinsi Maluku untuk mengakselerasi pembangunan masyarakat.
“Kami sendiri sebenarnya bukan baru, kami sudah beroperasi di Maluku sudah hampir empat tahun mendampingi masyarakat baik itu petani vanili, pala, bahkan sebelum lebaran pada April 2023, itu kita kirim satu kontainer pala dari Maluku.
Menurut Bustar, dengan kekayaan bumi yang dimiliki Provinsi Maluku, sudah seharusnya dimaksimalkan untuk bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan upaya-upaya pembangunan berkelanjutan.
“Dan kita ingin melihat hasil ekspor itu memang benar-benar dinikmati oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Bukan orang lain yang menikmati. Jadi nilai baliknya harus ada di Maluku itu sendiri. Mudah-mudahan ini bisa berkelanjutan, dan bisa bermanfaat untuk masyarakat,” terangnya.
Ia mencontohkan, salah satu yang telah dijalankan EcoNusa adalah ekspor vanili. Bustar mengungkapkan, vanili merupakan salah satu hasil pertanian yang cukup mahal.
Untuk satu kilo vanili, di kota harganya kurang lebih sekitar Rp3,5 juta. Sementara di kampung dijual hanya Rp50 ribu saja.
“Bayangkan. Paling tidak peningkatan produk itu, masyarakat bisa dapat lebih.Jadi banyak potensi yang bisa didorong agar Maluku ini bisa lebih mandiri dan masyarakat bisa lebih sejahtera,” tandasnya.