Kupang (Antara Maluku) - Kepala Kantor Imigrasi Kupang Silvester Sili Laba mengatakan selama 2011 pihaknya mendeportasi 429 imigran gelap asal Timur Tengah yang hendak menyeberang ke Australia secara ilegal untuk mendapatkan suaka di negeri Kanguru itu.
"Para imigran itu umumnya terdampar, ketika perahu yang mereka tumpangi untuk menyeberang ke Australia itu mengalami musibah di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT)," katanya kepada ANTARA di Kupang, Jumat.
Mantan Kepala Kantor Imigrasi Atambua itu menambahkan umumnya para imigran itu datang dari negara-negara yang tengah dilanda konflik politik dan ekonomi seperti Irak, Iran, Afghanistan, Kuwait, Syria, Palestina dan Sudan.
"Mereka menginginkan ketenangan hidup, karena tidak sanggup lagi bertahan di negerinya sendiri akibat konflik politik dan ekonomi yang tidak pernah berkesudahan," katanya.
Atas dasar itu, mereka memilih Australia sebagai negara tujuannya, karena di negeri Kanguru itu sudah banyak imigran yang telah menjalani hidup dengan baik dan telah menjadi warga negara Australia.
"Eksistensi imigran Timur Tengah yang ada di Australia itulah yang menjadi daya dorong serta sebagai sumber pemicu mengalirnya manusia-manusia perahu dari Timur Tengah menuju Australia," kata Sili Laba.
Ia mengatakan pulau-pulau kecil di NTT hanya dijadikan sebagai jembatan penyeberangan bagi para imigran gelap menuju Australia, namun berkat kesigapan aparat kepolisian dan pemerintah daerah, usaha para imigran tersebut sering digagalkan.
Sili Laba menambahkan saat ini mengamanan terhadap para imigran di wilayah perairan NTT cukup ketat, sehingga beberapa pulau kecil di NTT yang biasa digunakan sebagai jembatan penyeberangan, tidak lagi disinggahi kecuali perahu yang mereka tumpangi mogok atau mengalami musibah.
Ia mengatakan saat ini modus operandi para imigran gelap asal Timur Tengah yang hendak menyeberang ke Australia secara ilegal, tidak lagi menggunakan NTT sebagai jembatan penyeberangan, tetapi langsung dari Pangandaran (Jawa Barat), Trenggalek dan Madura (Jawa Timur) menuju Australia.
"Jika ada imigran yang diamankan di rumah tahanan imigrasi Kupang, karena mengalami musibah di wilayah perairan kita kemudian diamankan untuk proses deportasi melalui jasa organisasi migrasi internasional (IOM)," katanya.
Namun, menurut Sili Laba, para imigran tersebut tidak mau dipulangkan ke negara asalnya meski sudah difasilitasi IOM.
"Mereka memilih mati di Indonesia atau meminta Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) untuk diungsikan ke Australia atau negara ketiga yang bisa menerima kehadiran pengungsi, ketimbang harus kembali ke negara asalnya," demikian Sili Laba.