Ambon (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon mendorong penghapusan konsep sekolah unggulan atau sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menyusul banyaknya keluhan dari sejumlah orang tua siswa di Kota Ambon dalam PPDB 2023.
"Ini yang menjadi soal. Makanya dalam setiap kesempatan, kami selalu dorong untuk penghapusan klasifikasi sekolah unggulan atau favorit itu, " kata Ketua Komisi II DPRD Ambon, Christianto Laturiuw, di Ambon, Selasa.
Laturiuw mengatakan, yang menjadi pengaruh untuk sistem zonasi itu karena adanya konsep sekolah unggulan.
Paradigma ini sudah mengakar di masyarakat sehingga ada yang berpikir harus sekolah di sekolah unggulan dimaksud dulu baru bisa mendapatkan pekerjaan layak ke depannya.
Menurutnya, klasifikasi tersebut bagus, namun faktor psikologi anak-anak saat masuk sekolah itu juga sebetulnya harus mendapat perhatian, karena bisa saja ada siswa yang terganggu dengan pengklasifikasian seperti itu.
"Mereka ini belum dewasa untuk harus bisa memilih. Kadang ikut teman dan lainnya untuk mau masuk sekolah. Jadi ini harus dihapus untuk pengembangan dan kesetaraan semua sekolah di Ambon,” ujarnya.
Ia menilai pengembangan diri siswa berpulang pada peserta didik tersendiri dan para pendidiknya. Apalagi dengan kurikulum Merdeka yang sudah diterapkan pada 2023, lembaga pendidikan bukan saja soal mengurus pengetahuan siswa tapi membentuk karakter dan kepribadian.
Terkait dengan PPDB, lanjut Laturiuw, DPRD juga sudah mengingatkan ke sekolah penerima dan akan mengundang semua pihak untuk membahas terkait jumlah siswa yang diterima di masing-masing sekolah.
"Penambahan ruang belajar itu juga penting karena bisa berdampak, tergantung dengan jumlah peserta didik dan luas ruangan yang tersedia di sekolah bersangkutan," terangnya.
Kemudian, penerimaan berdasarkan zonasi itu bisa betul-betul diterapkan dengan baik sehingga tamatan Sekolah Dasar (SD) dapat melanjutkan pendidikan pada sekolah SMP yang tersedia.
Dengan begitu, maka tidak ada lagi siswa yang memilih di sekolah berdasarkan kemampuan anak. Konsep seperti itu harus dihilangkan dari kebijakan pemerintah.
“Poin utamanya itu adalah pemerataan kapasitas serta kompetensi para guru di setiap sekolah itu harus sama. Supaya tidak ada lagi siswa yang harus memilih lebih senang di sekolah ini karena kualitasnya bagus, dan yang satu tidak bagus,” ucapnya.
Ia berharap, pemerintah kota juga dapat memperhatikan ketersediaan guru dan kapasitas kompetensi yang baik agar bisa disediakan di semua sekolah di Kota Ambon.
“Kewajiban pemerintah yang sekarang harus memperhatikan apakah ketersediaan guru dan kapasitas kompetensi yang baik itu sudah tersedia di sekolah atau belum,” tandas Laturiuw.
Sementara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku memastikan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di provinsi itu menggunakan empat sistem untuk menampung lulusan SMP/Se-derajat di seluruh SMA/SMK negeri menyesuaikan dengan kuota yang ada.
“Jadi kami sesuaikan dengan Permendikbud nomor 1 2021 yang mengatur tentang penerimaan peserta didik baru, jalurnya ada empat yaitu afirmasi, zonasi, prestasi dan pindah orang tua. Ini dilakukan agar seluruh siswa lulusan SMP/se-derajat di Maluku dapat ditampung di setiap SMA/SMK yang ada,” ujar Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Husen.
Menurutnya berdasarkan petunjuk teknis penerimaan peserta didik baru yang paling awal dibuka adalah penerimaan siswa baru lewat jalur afirmasi yang dikhususkan bagi siswa yang memiliki latar belakang ekonomi tidak mampu, dengan kuota penerimaan sebesar 15 persen dari empat kriteria yang ada.
“Siswa yang mendaftar lewat jalur ini ditandai dengan keikutsertaan mereka dalam program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Misalnya BPJS kelas III.” kata dia.